Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi kembali bersitegang dengan bekas anak buahnya di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Setelah, pada pekan lalu, terdakwa kasus suap pemberian dana hibah KONI dan gratifikasi itu sempat 'adu mulut' dengan Sekretaris Kemenpora, Gatot S Dewa Broto, di persidangan.
Pada Rabu (11/3/2020) ini, giliran mantan Sekretaris Kemenpora, Alfitra Salamm yang dihardik politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Baca: KPK Akan Lelang Barang Rampasan 3 Kasus: e-KTP, Kemenpora, dan SPAM
Bahkan, Imam Nahrawi sempat mengatakan supaya Alfitra Salamm tidak naik status dari saksi kasus suap pemberian dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat.
"Saya salam buat istri. Saya juga doakan bapak tetap sebagai saksi dan tidak naik ke tingkat yang lain," ujar Imam Nahrawi ketus kepada Alfitra Salamm, di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Baca: Persikabo 1973 vs Persita Tangerang: Abduh Lestaluhu Harapkan Dukungan Penuh Suporter
Dia menegaskan tidak ada satu saksi pun yang mengetahui adanya upaya dirinya meminta uang kepada pejabat dan pegawai di lingkungan Kemenpora.
Menurut dia, saksi-saksi yang dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi hanya sebatas mendengarkan keterangan dari mulut ke mulut.
"Tidak ada satu faktapun, hanya persepsi. Tidak ada dari saksi yang mengatakan memberikan kepada saya. Semua katanya. Kan ini susah," kata dia.
Di persidangan, Alfitra mengaku ditekan untuk menyiapkan uang hingga 5 Miliar untuk operasional Imam selaku menteri. Permintaan uang itu kata Alfitra, datang dari Asisten Pribadi Imam, Miftahul Ulum.
Namun saat ditanya adakah uang yang sampai ke kantong Imam, Alfitra tak yakin. Sebelum uang Rp 5 Miliar, Alfitra lebih dulu 'dipalak' uang Rp 300 juta yang juga datang dari Ulum. Alasannya untuk keperluan acara keagamaan menteri.
Selain Alfitra, di persidangan pada hari ini, mantan Operator Pencairan Anggaran Satlak Prima, Alverino Kurnia, mengaku diperintah untuk mengantarkan uang Rp300 juta. Namun, dia tidak tahu peruntukan uang Rp 300 juta tersebut.
"Semua yang disampaikan saksi tidak pernah terkonfirmasi ke saya," ungkap Imam.
Atas dasar itu, Imam meminta majelis hakim dapat melihat dan menilai keterangan saksi yang tidak pernah memberikan uang kepadanya.
"Semua keterangan hanya katanya-katanya, inikan susah. Semua dibebankan kepada menteri," tambahnya.
Sebelumnya, di persidangan pada pekan lalu, Imam Nahrawi dan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto sempat bersitegang saat bertemu di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (4/3/2020).
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan Gatot sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait kasus suap pemberian dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang menjerat terdakwa Imam Nahrawi.
Gatot memberikan keterangan seputar sepak terjang Imam Nahrawi selama menjabat sebagai menteri, kedekatan Imam Nahrawi dengan asisten pribadi Miftahul Ulum, pengajuan proposal dana hibah KONI kepada Kemenpora, dan hal-hal lain terkait kasus tersebut.
Di akhir persidangan, ketua majelis hakim, Rosmina memberikan kesempatan kepada Imam Nahrawi untuk bertanya kepada Gatot S Dewa Broto.
Imam Nahrawi mengambil kesempatan itu. Di awal pertanyaan, politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu sempat memanggil Gatot dengan panggilan "Terdakwa".
"Saudara Terdakwa," kata Imam kepada Gatot.
Baca: Pengakuan Polisi Gadungan Ditangkap Setelah Peras Wanita Kenalan, Awalnya Janjian di Hotel
Baca: Persib Bandung Kalahkan Arema FC Bobotoh Berharap Bisa Jadi Juara Musim 2020
Untuk diketahui, mantan menteri pemuda dan olah raga (Menpora RI) Imam Nahrawi, didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Endang Fuad Hamidy.
Imam Nahrawi didakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum meminta uang tersebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018 lalu.
Ketika itu, KONI Pusat mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional Pada Multi Event 18th ASIAN Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA Games 2018.
Selain itu, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Atas perbuatannya, Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.
Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.