TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK - Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), RM Karliansyah meminta seluruh jajaran dinas lingkungan hidup di daerah untuk aktif melakukan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD dalam rangka meningkatkan kualitas dan pemulihan lingkungan.
Permintaan Dirjen RM Karliansyah ini dikemukakan ketika menutup Rapat Kerja Tehnis (Rakernis) Ditjen PPKL, di Hotel Aruna Senggigi Lombok , NTB, Rabu (11/3/2020).
Rakernis bertema “Tingkatkan IKLH (Indeks Kualitas Lingkungan Hidup) , Pulihkan Kualitas Lingkungan berlangsung selama empat hari sejak Minggu (8/3) dan diikuti 289 perserta baik dari jajaran Ditjen PPKL Kementerian LHK, dinas lingkungan hidup seluruh Indonesia, dan pegiat lingkungan.
Lebih lanjut Karliansyah mengingatkan agar jajaran dinas lingkungan hidup melakukan verifikasi ulang atas hasil identifikasi/inventarisasi program kegiatan untuk kemudian segera diusulkan kepada Pimpinan (Bupati/Walikota atau Gubernur masing-masing terkait APBD atau Menteri terkait Dana Alokasi Khusus atau Dana Dekonsentrasi.
“Seperti diingatkan oleh Ibu Menteri LHK, Siti Nurbaya ketika membuka Rakernis ini bahwa koordinasi dengan SKPD itu sangat penting. Juga verifikasi ulang di lapangan,” kata Dirjen Karliansyah.
Sementara itu Sekretaris Direktorat Jenderal PPKL, Sigit Reliantoro yang membacakan keseluruhan hasil Rakernis ini mengatakan, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup atau IKLH pada RPJMN 2020-2024 terdiri dari 5 komponen yaitu Indeks Kualitas Udara (IKU), Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Tutupan Lahan yang terdiri dari Indeks Kualitas Lahan dan Indeks Kualitas Ekosistem Gambut, serta Indeks Kualitas Air Laut (IKAL).
Guna mempertimbangkan komponen pembentuk IKLH, lanjut Sigit Reliantoro, maka substansi yang dibahas dalam Rakernis ini dibagi ke dalam 5 kelompok dan difokuskan pada upaya peningkatan nilai setiap indeks.
Adapun pembagian materinya sebagai berikut, pertama, pengendalian pencemaran udara untuk meningkatkan nilai IKU lalu kedua pengendalian pencemaran air untuk meningkatkan nilai IKA, ketiga pengendalian kerusakan lahan untuk meningkatkan nilai IKTL, diikuti keempat, pengendalian kerusakan gambut untuk meningkatkan nilai IKEG; dan terakhir kelima, pengendalian pencemaran dan kerusakan laut meningkatkan nilai IKAL.
Mengenai indeks kualitas air, Sigit Reliantoro menyebutkan, rata-rata kenaikan 4,8% per-tahun dari baseline tahun 2019, maka intervensi dilakukan dengan infrastruktur dan non-fidik. Adapun intervensi insfrastruktur meliputi: IPAL domestik, IPAL industri kecil, biodigester, ekoriparian, percontohan penambangan emastanpa merkuri.
Sementara intervensi non-fisik meliputi; patroli sungai, bersih-bersih sungai, penanganan penambangan rakyat, dan peningkatan kapasitas (Bintek).
Untuk Indeks Kualitas Tutupan Lahan ungkap Sigit, rata-rata kenaikan 2,19% per-tahun dari baseline tahun 2019 dengan intervensi penyusunan dan pengesahan RTRW, penyusunan RPRHL, memastikan target IKTL tercantum dalam RPJMD, melakukan koordinasi antara para pemangku kepentingan tingkat provinsi, penguatan koordinasi dan fasilitasi pencapaian targetkabupaten/kota, melakukan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), melakukan inventarisasi lapangan terhadap potensi peningkatan tutupan lahan.
“Adapun melakukan penambahan tutupan vegetasi melalui empat langkah yakni penambahan ruang terbuka hijau, pemulihan lahan bekas tambang, kegiatan pembangunan ecoriparian, dan penanaman vertiver,” ujar Sigit Reliantoro.
Mengenai Indeks Kualitas Ekosistem Gambut, Sigit Reliantoro menyebutkan rata-rata kenaikan 2,2% per-tahun dari baseline tahun 2019, lalu intervensi penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) provinsi di tahun 2020 bagi provinsi yang belum memulai menyusun RPPEG, penyusunan RPPEG kabupaten/kota dapat dimulai secara paralel dengan penyusunan RPPEG provinsi, Desa Mandiri Peduli Gambut dengan, dan kegiatan tata kelola air, rehabilitasi dan revegetasi, serta peningkatan perekonomian masyarakat.
Begitu juga dengan Indeks Kualitas Air Laut, disebutkan Sigit Reliantoro, rata-rata kenaikan 2% per-tahun dari baseline tahun 2019 dengan intervensi pembangunan infrastruktur penanganan Land Based Pollution di muara sungai dan pesisir melalui emasangan jaring sampah, pembangunan Sabuk hijau (greenbelt) di muara sungai, lalu coastal clean up (CCU), pemantauan sampah di laut, dan pemantauan kualitas air laut.
Bagian terakhir yang dikemukakan Sigit Relianto adalah soal Proper. Program unggulan KLHK yang lengkapnya bernama Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan, telah disepakati sebanyak 576 perusahaan dari target 500 perusahaan (115%) dievaluasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi menggunakan APBD. Tiga provinsi tidak hadir dan satu provinsi tidak dapat mengalokasikan APBD.(**)