Namun ternyata, Ulum berkordinasi dengan KONI untuk menaikkan angka penawaran proposal dari Rp16,4 miliar menjadi Rp27,5 miliar. Untuk menjamin proposal berjalan, Hamidy berkoordinasi dengan Staf Deputi IV Kemenpora Eko Triyatna.
Tetapi proposal tersebut tak kunjung disetujui dan sudah mendekati masa akhir tahun anggaran. Akhirnya Hamidy kembali memasukkan proposal lain dengan usulan Rp21 miliar.
Akhirnya Kemenpora menyetujui pencairan Rp17,9 miliar untuk KONI. Sesudah cair, Ulum kembali mendatangi Hamidy dengan daftar nama yang hendak menerima fee atas proposal itu.
Dalam daftar tertulis inisial dengan jumlah fee. Ada M (Menpora) dengan angka Rp1,5 miliar, Ulum Rp500 juta, Mulyana Rp400 juta, Adhi Purnomo Rp250 juta, dan Eko Rp20 juta. Namun suap tersebut tak terealisasi. Sebab Hamidy dan Johnny terlebih dahulu ditangkap KPK.
"Terdakwa (Imam) dan Miftahul Ulum, mengetahui dan patut diduga bahwa penerimaan hadiah berupa Rp11,5 miliar dari Ending Fuad Hamidy dan Johnny E Awuy untuk percepatan proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah KONI ke Kemenpora tahun 2018," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Imam didakwa melanggar Pasal 12 a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.