TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk membatasi terjadinya penyimpangan pupuk, Kementerian Pertanian (Kementan) mengantisipasi dimulai sejak pengajuan/proses perijinan pupuk dan pembenah tanah. Pemerintah dalam hal ini Kementan telah menerbitkan produk hukum yang mengatur dalam penyelenggaraan pendaftaran.
Di antaranya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Permentan/SR/10/2017 tentang Pendaftaran Pupuk An-Organik yang telah disahkan tanggal 11 Oktober 2017, dan Permentan Permentan No. 01/2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah ditetapkan tanggal 2 Januari 2019, serta Permentan No. 43/2019 tentang Pendaftaran Pestisida yang ditetapkan tanggal 13 Agustus 2019.
"Peraturan ini bertujuan agar pupuk dan pembenah tanah yang akan beredar di pasaran mempunyai mutu yang memenuhi standar mutu," ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy.
Selain itu, juga terjamin efektivitasnya serta aman penggunaannya bagi tanaman, melindungi manusia dan bagi lingkungan hidup dari pengaruh yang membahayakan akibat penggunaan pupuk dan pembenah tanah.
“Peraturan ini juga memberikan kepastian bahwa formula pupuk dan pembenah tanah yang beredar tersebut sesuai komposisi yang didaftarkan,” tambah Sarwo Edhy.
Selain itu, juga ada peraturan launnya. Yakni Kepmentan 209/Kpts/SR.320/3/2018 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Anorganik. Kemudian Kepmentan No. 318/Kpts/OT.050/5/2018 tentang Penunjukan Lembaga Uji Efektivitas Pupuk Anorganik.
Permentan No. 01 tahun 2019 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, diperkuat juga dengan Kepmentan No. 261/KPTS/SR.310/M/4/2019 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dan Kepmentan No. 262/KPTS/SR.310/M/4/2019 tentang Lembaga Uji Mutu dan Uji Efektivitas Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah.
"Bila melanggar peraturan, maka produsen akan dikenakan sanksi. Sanksinya beragam bentuknya," ungkap Sarwo Edhy.
Sanksi pencabutan nomor pendaftaran akan dikenakan apabila mengedarkan pupuk yang sedang dalam proses pendaftaran baru, tidak mencantumkan seluruh keterangan yang dipersyaratkan pada label kemasan, tidak melaporkan adanya perubahan pemegang nomor pendaftaran.
Sanksi juga akan diberikan bila tidak menjamin mutu pupuk yang diproduksi/diedarkan, tidak memproduksi dan/atau mengimpor pupuk yang didaftarkan selama 2 (dua) tahun dan/atau tidak membuat laporan produksi atau impor selama 1 (satu) tahun.
"Sanksi lainnya, produsen wajib menarik pupuk dari peredaran paling lambat 3 bulan sejak pencabutan nomor pendaftaran dan dilakukan atas beban biaya yang bersangkutan," tuturnya.
Karena itu, untuk menjamin keberhasilan usaha tani, Kementan juga terus mewaspadai peredaran pupuk bersubsidi palsu. Sarwo Edhy minta petani konsultasi ke penyuluh agar terhindar dari penggunaan pupuk palsu. Menurutnya, konsultasi jadi upaya agar petani tidak mengalami kekhawatiran gagal panen akibat beredarnya pupuk palsu.
"Meskipun oknumnya sudah ada yang diproses hukum, namun petani perlu waspada terhadap pupuk palsu. Kalau tidak, bisa-bisa mengalami gagal panen," ujar Sarwo Edhy.
Dikatakannya, beredarnya pupuk palsu yang tidak sesuai dengan standar komponen ditetapkan Kementan akan berdampak pada pertumbuhan tanaman.
Sarwo Edhy mengungkapkan, pihaknya menemukan beberapa jenis modus pelanggaran pupuk. Di antaranya mengedarkan pupuk tidak sesuai izin, mutu dan efektivitas, mengedarkan pupuk tidak sesuai dengan kemasan, mengedarkan pupuk yang sudah habis izin edarnya dan menambahkan unsur berbahaya (B3) tanpa melakukan izin terkait unsur tersebut.
“Ada juga yang menggunakan nomor izin edar produsen lain, menggunakan merk produsen lain, logo ditambah ataupun dimiripkan dengan logo pupuk lain (tidak sesuai dengan yang didaftarkan) dan mengganti merk tidak sesuai dengan yang didaftarkan,” tuturnya.
Kasus peredaran pupuk palsu di Jawa Tengah, ungkap Sarwo Edhy, oknumnya sudah ditangkap. Ia memaparkan bahwa hal itu merupakan kasus perorangan dengan membuat ramuan sendiri.
"Dampak dari pupuk palsu tersebut menimbulkan kematian pada tanaman. Akhirnya banyak petani mengalami kerugian. Untuk menghindari beredarnya pupuk palsu, kami telah mewajibkan produsen melakukan monitoring terhadap kios/binaan distributor masing-masing, kaitannya dengan produk tersebut,” tegasnya.