TRITBUNNEWS.COM - Child Protection Specialist dari Unicef Indonesia, Astrid Gonzaga Doniso melihat penerapan kebijakan stay at home memiliki kesempatan sekaligus tantangan.
Satu contoh kesempatan tersebut, yakni orang tua diberi kesempatan untuk merajut kembali hubungan baik antara orang tua dengan anaknya.
Utamanya para orang tua yang tinggal di wilayah perkotaan.
"Kita lihat realitas di Jakarta, bapak ibu yang bekerja harus berangkat pagi hari, pulang malam hari. Anak kita sudah tidur saat kita pulang. Tapi anak kita belum bangun sebelum kita berangkat
"Stay at home saat ini merupakan satu kesempatan untuk kita merajut komunikasi yang baik, dengan anak-anak kita dengan keluarga kita.
Astrid menyebut dengan diterapkannya kebijakan orangtua work for home dan belajar untuk anak-anak, membuat waktu kebersamaan ketika di rumah semakin banyak.
Sehingga komunikasi secara langsung antara orangtua dengan anak tanpa dibatasi oleh gadget.
"Stay at home merupakan kesempatan bagi keluarga bisa kembali bersama, bisa ngobrol bersama tanpa dibatasi gadget-nya"
"Bisa melakukan kegiatan bersama, membangun tim work bersama, makan bersama, beribadah bersama. Yang saat ini sulit kita lakukan, terutama bagi keluarga di perkotaan," kata Astrid.
Baca: IDI Benarkan 2 Dokter Lagi Meninggal di Tengah Pandemi Covid-19
Tantangan Stay at Home
Tantangan Stay at Home
Namun di sisi lain, Astrid menyebut ada tantangan tersendiri yang harus dihadapi orangtua saat kebijakan stay at home berlangsung.
Selama ini para orangtua berada 'terjebak' dalam rutinitas menyiapkan keperluan sekolah anaknya saat pagi hari.
"Dan di malam kita tanya anak punya PR, mereka kerjakan sendiri," ucap Astrid.
Di tahapan inilah orangtua dituntut memiliki kemampuan mendampingi belajar anak-anaknya di rumah.
Tantangan lain seperti kebosanan yang dirasakan anak juga perlu mendapatkan perhatian orangtua.
Pasalnya, Astrid mengatakan, anak-anak cenderung menginginkan untuk dapat bermain dengan teman-temannya.
Begitu pula dengan anak-anak di usia remaja, mereka lebih menyukai bersama teman-teman sebayanya.
"Saat ini anak kita berada di dalam keluarga dan kita harus memastikan apakah anak kita itu senang di dalam keluarga kita, di sini lah mulai berbagai tantangan," kata Astrid.
"Apakah kita punya kemampuan mengasuh anak kita, salah satunya ada kebosanan karena anak kita ini dinamik, energik, tentu mereka ingin dekat, bermain dengan teman-temannya," sambungnya.
"Anak remaja mungkin lebih nyaman dengan anak sebayanya. Kemudian ketika belajar, apakah kita punya kemampuan mendampingi anak-anak," tambah Astrid.
Baca: Kasus Corona di AS, 884 Orang Meninggal dalam Sehari
Ada orangtua tertekan ketika anaknya di rumahÂ
Konselor dari Bimbingan Koseling Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Yudi Suharsono mengatakan sistem pembelajaran jarak jauh memiliki tantangan tersendiri untuk para orangtua.
Bahkan menurutnya ada orangtua yang malah tertekan ketika buah hatinya berlajar di rumah.
"Alasannya karena orangtua sulit mengendalikan mereka (anak-anaknya, red), kata Yudi kepada Tribunnews, Selasa (24/3/2020).
Ia melanjutkan, tantangan di atas tidak lepas dari umur sang anak sendiri.
Tentu semakin tinggi jenjang pendidikannya, akan mempermudah proses belajar mengajar di rumah.
"Kalau SMP atau SMA tentu akan semakin mudah. Beda dengan SD yang belum punya pemahaman secara sempurna,"
"Anak SD kalau tidak di sekolah kan menganggap dirinya libur," imbuhnya.
Oleh karena itu, Yudi menekankan betapa pentingnya orangtua dalam mengubah maindset dari sang anak utamanya dengan memberikan contoh.
"Meskipun ayah sama ibu di rumah kan masih bekerja, nah sekarang waktunya kamu sekolah tempatnya belajarnya di rumah karena diluar kondisinya seperti itu," kata Yudi mencontohkan.
Ia menilai dengan memberikan contoh akan semakin mudah orangtua memberikan pemahaman kepada anak.
Selain cara tersebut, komitmen orangtua juga dinilai penting.
"Misalkan tidak dibutuhkan aktivitas televisi bisa dimatikan sementara"
"Kalau pembelajarannya offline, internet bisa di-off-kan. Orangtua juga komitmen untuk itu," kata Yudi menekankan.
Baca: GAPMMI Tak Pikirkan Untung Rugi, Fokus Bantu Pemerintah Lawan Covid-19
Cara mencegah anak cepat bosan
Yudi menyakini dengan berbagai kebijakan pembatasan seperti social distancing, work from home, dan pembelajaran dari rumah bisa membuat anak cepat bosan.
Untuk itu penting bagi orangtua mulai berkreasi untuk menciptakan aktivitas baru dengan melibatkan anak tanpa perlu keluar dari rumah.
Yudi menjelaskan orangtua pada zaman dahulu sudah terbiasa melakukan berbagai hal menarik dengan anak-anaknya.
"Seperti bercocok taman, bermain di sekitar rumah, membuat mereka tidak jenuh. Sekarang kan susah anak diberikan mainan secara individual tanpa peran orangtua," imbuhnya.
Yudi menyarankan kegiatan seperti mengajak anak memasak atau mendongeng mampu menghilangkan rasa bosan dalam diri mereka.
Utamanya aktivitas yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Yudi juga meminta orangtua bisa mengontrol penggunaan teknologi secara belebihan sebagai hiburan anak.
Ia memandang meskipun memiliki berbagai kelebihan, teknologi juga tidak luput dari kekurangan.
"Dengan bermain smartphone misalnya, anak menjadi individual dan tidak membangkitkan rasa empati atau rasa kebersamaan dengan orang sekitarnya," tandasnya.