TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya melawan arus alih fungsi lahan pertanian. Pembangunan pemukiman atau perindustrian diharapkan tidak merambah lahan pertanian.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan, menjaga eksisting lahan pertanian ini demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia secara mandiri.
"Kalau alih fungsi lahan dibiarkan, besok anak-anak kita mau makan apa? Boleh ada perumahan, boleh ada hotel, tapi tidak boleh merusak lahan pertanian yang ada," ujar Mentan SYL, Rabu (8/4).
Mentan SYL menjelaskan, Perda (Peraturan Daerah) perlindungan lahan abadi pertanian untuk tidak dialihfungsikan sudah ditandatangani para kepala daerah. Bagi pihak yang melakukan alih fungsi lahan sesuai dengan UU Nomor 41 tahun 2009, dikenakan sanksi penjara 5 tahun.
"Jangan sampai ada konspirasi tanda tangan pejabat, DPR atau segala macam untuk konversi lahan pertanian, penjaranya 5 tahun. Ada undang-undangnya itu," jelasnya.
Perlu diketahui, negara telah mengeluarkan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Kementan dalam hal ini telah secara aktif melakukan upaya pencegahan alih fungsi lahan secara masif salah satunya melalui pemberian insentif bagi pemilik lahan. Diantaranya dengan mengalokasikan bantuan saprodi seperti alat mesin pertanian, pupuk serta pembangunan sarana pertanian lainnya.
"Upaya pencegahan alih fungsi lahan, salah satunya dengan single data lahan pertanian. Data pertanian itu harus satu, sehingga data yang dipegang Presiden, Gubernur, Bupati, Camat sampai kepala desa semuanya sama, termasuk masalah lahan pertanian dan produksi," tuturnya.
Melansir data BPS 2019, melaui data yang diambil citra satelit melalui skema Kerangka Sampel Area (KSA), luas lahan baku sawah di Indonesia saat ini menjadi 7,4 juta hektare. Padahal luasan sebelumnya mengacu data BPS 2013 masih mencapai 7,75 juta hektare.
"Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan pertanian yang maju, modern dan mandiri, kita harus tegas melawan alih fungsi lahan agar bisa beri makan rakyat 267 juta jiwa. Maka itu menjadi langkah besar, tidak boleh melihat itu sebagai masalah kecil," tegasnya.
Sementara, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menambahkan, makin berkurangnya lahan pertanian salah satunya disebabkan mudahnya izin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian. Hal itu dikarenakan, lahan pertanian pangan, terutama sawah, merupakan lahan dengan land rent yang rendah.
Kementan berharap kepala daerah atau Instansi di tingkat kabupaten serta DPRD dapat saling bersinergi dan mengikutsertakan Dinas Pertanian dalam penyusunan RTRW masing-masing Kabupaten dengan memperhatikan kepentingan penyediaan pangan.
"Diharapkan Dinas terkait khususnya pertanian mengetahui dan diikutsertakan juga dalam pembentukan Tim Teknis. Di dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kab/Kota sangat penting dan perlunya peran serta Badan Pelayanan Perizinan Terpadu," jelas Sarwo Edhy.
Penyebab lainnya, jelas Sarwo Edhy, permasalahan dalam lambatnya penyusunan Perda tentang RTRW Propinsi dan Kabupaten/Kota. Perda RTRW Kab/Kota yang sudah dibahas di tingkat pusat dalam hal ini BKPRN Pusat, masih dibahas kembali dengan DPRD Kabupaten/Kota termasuk pembahasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
"Diharapkan Dinas Pertanian Provinsi/Kab/Kota agar aktif mengikuti perkembangan penyusunan RTRW di masing-masing wilayahnya," pungkas Sarwo Edhy.