TRIBUNNEWS.COM - Aktivis perlindungan perempuan asal Kota Solo, Fitri Haryani, mengingatkan momentum Hari Kartini tidak hanya sebatas ceremonial semata.
Namun menurutnya, peringatan yang jatuh pada 21 April setiap tahunnya ini memiliki makna lebih dari hanya sekedar ceremonial.
"Mari jangan jadikan peringatan hari Kartini sebagai ceremonial penghargaan jasa pahlawan."
"Melainkan kita hargai jasa diri sendiri dan sesama perempuan selama ini sebagai wujud penerus perjuangan RA Kartini," ujar Fitri kepada Tribunnews, Senin (20/4/2020).
Bagi Fitri, sosok Kartini merupakan tokoh yang sangat lekat dengan perjuangan hak-hak perempuan dari dulu hingga saat ini.
Utamanya dalam hal sejarah perjuangan panjang untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan, telah dimulai RA Kartini.
Perjuangan tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.
Baca: Tiara Idol Akui Bisa Seperti Sekarang karena Perjuangan Kartini
"RA Kartini memulainya dengan mendirikan sekolah bagi perempuan, tidak mau dinikahkan pada usia muda."
"Emansipasi tersebut masih perlu kita teruskan karena masih banyak kekerasan terhadap perempuan baik di rumah maupun ranah publik."
"Kekerasan seksual masih menghantui di mana saja keberadaan perempuan baik dimensi nyata maupun dimensi maya," urai Fitri.
Fitri mengatakan peringatan Hari Kartini 21 April juga sebagai momentum untuk mengingatkan keberadaan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
"Mari bersama kita lawan kekerasan terhadap perempuan khususnya seksual terhadap perempuan dan anak," ujar perempuan yang juga sebagai Manajer Divisi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat (PPKBM) Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Solo ini.
Terakhir Fitri mengatakan, perjuangan RA Kartini pada masa itu dan sekarang tidaklah berbeda.
"Kalau sekarang kan sudah ada keterbukaan sudah sedikit ada perubahan, perempuan yang dulu hanya sebatas boleh beraktivitas pada urusan domestik."
"Sekarang sudah bisa di ranah publik seperti perempuan bisa menjadi pejabat publik, bepolitik ataupun menduduki jabatan strategis seperti jadi manajer atau pimpinan perusahaan tetapi ya itu tadi masih ada tantangan yang dihadapi juga lebih."
"Perjuangannya tetap sama tapi dalam dimensi yang berbeda," tutupnya.
Baca: Peringati Hari Kartini, Soimah Ingat Pernah Hidup Susah dan Tetap Semangat
Kata Pegiat SCC Ulul Albab
Pegiat pengarusutamaan gender di perguruan tinggi dari Student Crisis Centre (SCC) Ulul Albab, Kota Malang, Indayu Sri Mulyani, menuturkan semangat RA Kartini tidak pernah padam hingga kini.
Indayu teringat pada narasi juang RA Kartini demi memantik semangat para perempuan Indonesia untuk bangkit dan berjuang membangun peradaban bangsa melalui kecerdasan, serta peran strategis dalam mengambil kebijakan.
“Dalam perjalanan, berbagai hal yang saya lihat dan dengar semakin menguatkan saya bahwa kecerdasan otak bukan segalanya."
"Kita harus memiliki kecerdasan lain yang lebih tinggi, yang saling mendukung dan mengantarkan orang kearah yang dituju."
"Sepenggal narasi ini menggambarkan bahwa seorang kartini tidak hanya mengandalkan kejernihan pikiran saja, karena itu tidak akan cukup untuk berjuang, namun kebijaksanaan hati seorang perempuan akan memupuk martabat luhur bangsa," ucap Indayu.
Menurut Indayu, Kartini era sekarang ini merupakan perempuan yang bertekad membangun pemikiran revolusioner.
Bahwa setiap perempuan berarti seorang ahli waris yang ditunjuk oleh semangat juang Kartini yang tak pernah padam.
Baca: Memperingati Hari Kartini, Berikut 6 Wanita Indonesia yang Menjadi Bos di Bank di Tanah Air
Jika situasi dan kondisi hari ini tidak memungkinkan untuk perempuan hidup nyaman dan aman, maka ahli waris Kartini yang harusnya meneruskan semangat juang ibu revolusioner bangsa RA Kartini.
"Tiada lain adalah seluruh perempuan Indonesia yang menempa jati dirinya dengan semangat keadilan sosial dan kemerdekaan bangsa Indonesia."
"Ketidakadilan sosial sebagai wujud diskriminasi peran sosial harus ditolak dengan tegas oleh seluruh perempuan tangguh di Indonesia," tegasnya.
Terakhir Indayu juga tidak lupa mengingatkan betapa pentingnya literasi dalam segi perjuangan seorang perempuan.
Ia melihat RA Kartini memperjuangkan pendidikan melalui literasi baik kepenulisan maupun tradisi membaca.
Kumpulan surat-surat Kartini menjadi bukti perjuangannya abadi melalui pena juangnya.
Inilah sejatinya warisan dari RA Kartini untuk perempuan Indonesia.
"Semangat juang membara, ibarat kobaran api. Takkan redup walau ajal menghampiri, tak kan mati walau raga tak bernyawa lagi."
"Perempuan revolusioner sebagai anak, ibu, dan istri yang menanamkan nilai adil dan merdeka sampai akhir hayatnya," tutup Indayu.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)