TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mempersiapkan skenario belajar dari rumah (BDR) hingga akhir tahun ini.
Skenario tersebut dipersiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan pandemi corona di Indonesia berlangsung hingga akhir 2020.
"Kami telah siapkan skenario jika Covid-19 sampai akhir tahun, maka semua siswa Belajar dari Rumah selama satu semester penuh," ujar Plt. Dirjen PAUD Dikdasdikmen Hamid Muhammad saat dihubungi,Sabtu (25/4/2020).
Hamid mengatakan, pelaksanaan Belajar dari Rumah akan terus berlangsung sampai Pemerintah mencabut keadaan darurat Covid-19.
Terdapat skenario lain pelaksanaan Belajar dari Rumah di tanah air selain hingga akhir tahun.
"Skenario pertama, jika Covid-19 berakhir akhir Juni, maka siswa masuk sekolah tahun pelajaran baru minggu ketiga Juli," ucap Hamid.
Baca: Larangan Mudik Bisa Sampai Akhir Tahun, Mahfud MD Tegaskan Berlaku di Seluruh Indonesia
Baca: Kumpulkan Donasi Rp. 771 Juta, Rhoma Irama: Mari Antisipasi Virus Corona dengan Perjuangan dan Doa
Sementara skenario kedua adalah jika Covid-19 berlangsung sampai September, siswa Belajar dari Rumah sampai September dan selebihnya masuk sekolah.
Hamid mengatakan, pihaknya terus melihat perkembangan pandemi corona di Indonesia, sebelum memutuskan membuka kembali sistem sekolah langsung.
Tak Miliki Perangkat Pendukungm Siswa di Pedalaman Tak Belajar di Rumah
Saat ini sekolah yang menerapkanpembelajaran dari rumah sekitar 97,6 persen.
Sementara sisanya tidak melaksanakan Belajar Di Rumah karena tidak memiliki perangkat pendukung.
"Di daerah khusus pedalaman, bukan daerah terjangkit Covid-19. Jadi kecil 2,4 persen itu. Ada yang online ada yang offline," pungkas Hamid.
Nah, bagaimana nasib siswa di pedalaman jika kebijakan belajar di rumah diterapkan hingga akhir tahun?
Legislator Golkar Hetifah Sjaifudian menilai skenario tersebut sudah bagus demi mengantisipasibpandemi virus corona (Covid-19) yang tidak tahu kapan berakhir.
Baca: Telpon Jokowi dan Presiden Negara Lainnya Janji Beri Ventilator, Donald Trump Dikritik
Baca: Zaskia Gotik Dinikahkan Sang Ayah Tanpa Penghulu, Ini Penjelasan Ketua KUA
"Kalau menurut saya baiknya kita antisipasi saja. Sudah bagus Kemendikbud menyiapkan beberapaskenario, karena memang tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir atau puncaknya Covid-19 ini," ujar Hetifah, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (25/4/2020).
Anggota Komisi X DPR RI tersebut mengatakan, apabila hingga akhir tahun wabah belum usai, tentu tidak mungkin untuk memaksakan anak-anak untuk kembali pada kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Namun jika pandemi Covid-19 sudah selesai, alangkah baiknya pihak-pihak terkait sudah
mempersiapkan materi bagi siswa.
Di sisi lain, Hetifah menyebutkan, akan lebih baik pengambilan kebijakan Kemendikbud ke depannya didasari oleh hasil evaluasi dari proses Belajar Di Rumah selama beberapa bulan terakhir.
"Saya sebenarnya ingin dengar dari Pak Hamid (Dirjen PAUD Dikdasdikmen Hamid Muhammad, - red)
dalam beberapa bulan ini evaluasi pembelajaran di rumah itu bagaimana, supaya kita mengambil
keputusan dengan tepat," kata dia.
"Misal kita perlu fasilitasi apa sih? Kan ada yang daerah pedalaman tidak terlalu dampak Covid-19, tapi dia nggak bisa akses internet atau bahkan tidak bisa mengakses TVRI. Nah terus mereka bagaimana nih? Itu yang belum kita dapat ya, semacam sensus," imbuhnya.
Hetifah menegaskan mendukung skenario jangka panjang, sehingga nantinya bisa mempersiapkan lebih dini untuk segala kemungkinan.
"Intinya sih oke.kita senang kalau ada pemikiran yang lebih jangka panjang. Tapi kalau bisa, coba
dievaluasi juga terkait situasi sekarang seperti apa. Karena sepertinya masih banyak kekurangan juga
yang harus diperbaiki, harus ditambal," tandasnya.
Banyak Anak Stres Belajar di Rumah
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengungkapkan banyak
anak-anak yang mengalami stres setelah menjalani pembelajaran oleh orang tua di rumah.
Selama pandemi corona, sekolah di tanah air menerapkan kebijakan belajar dari rumah (BDR).
"Banyak anak anak yang mengalami stres, tertekan. Salah satunya adalah kadang di dalam cara orang tua menghadapi putra putri tercinta para orang tua sekarang harus menjadi guru tiba-tiba di dalam rumah," ujar Seto di Kantor BNPB, Sabtu (25/4/2020).
Menurut Kak Seto, para anak-anak tertekan karena cara orang tua yang melakukan pemaksaan dalam
memberikan pembelajaran agar anaknya mengerti.
"Dan kemudian mencoba untuk menjelaskan, menerangkan, kadang kadang memaksa hal ini dicapai
oleh putra putri sendiri sehingga akhirnya yang muncul adalah anak-anak tertekan," ucap Seto.
Seto mengatakan, beberapa anak menginginkan kembali diajar oleh guru-guru mereka. Cara pengajaran
para guru yang lebih persuasif dan kreatif membuat anak-anak nyaman untuk diajar.
"Beberapa rindu kembali ke sekolah, bertemu dengan ibu guru atau bapak guru yang menjelaskannya
((fahdi/vincentius/tribunnetwork/cep)