TRIBUNNEWS.COM - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dinilai tidak konsisten setelah mengizinkan kembali semua moda transportasi untuk beroperasi.
Dalam rapat kerja secara virtual dengan komisi V DPR mengatakan akan mengizinkan kembali semua moda transportasi untuk kembali beroperasi mulai Kamis (7/5/2020).
Analis kebijakan publik sekaligus Ketua Forum Warga Kota (Fakta) Jakarta Azas Tigor Nainggolan menyebut banyak protes dari masyarakat mengenai kebijakan tersebut.
"Protes masyarakat beralasan terkait selama ini saja masih saja ada upaya masyarakat menerobos larangan mudik dengan berbagai cara," ujar Tigor kepada Tribunnews.com melalui keterangan tertulis, Jumat (8/5/2020).
"Apalagi ini diizinkan beroperasi walau dengan pengecualian tertentu masyarakat takut akan memberi peluang pelanggaran dan kita terus hidup dengan pembatasan di tengah wabah Covid-19," imbuhnya.
Baca: Hari ke-11 PSBB Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, 82 Tempat Usaha Dapat Teguran
Tigor menyebut dirinya sependapat dengan sikap dan kritik publik atas pernyataan Budi Karya yang tetap memberi izin transportasi publik tetap beroperasi.
"Masyarakat sudah melihat sebelum ini aparat kepolisian bersikap tegas melarang orang mudik, pemerintah menurut bandara dan menyetop operasional maskapai penerbangan juga melarang kereta api beroperasi bahkan sudah mengembalikan uang tiket penumpang," ujarnya.
Hal ini, menurut Tigor, menunjukkan ketidakkonsistenan Budi Karya.
"Tiba-tiba saja Menhub sepertinya tidak konsisten, memberi izin transportasi publik dapat beroperasi lagi mulai tanggal 7 Mei 2020," ungkapnya.
Regulasi surat edaran yang akan dikeluarkan Menhub disebut Tigor sebetulnya bukan memberikan izin transportasi publik, pesawat, kereta api, kapal laut dan bis kota boleh beroperasi lagi.
"Penetapan ini ada yang berusaha memelintir seolah aturan ini membuat masyarakat seperti boleh mudik," ujarnya.
Baca: KT&G Sumbang Test Kit Covid-19 Kepada Pemerintah Indonesia Melalui BNPB
Tigor mengungkapkan substansi regulasi dalam edaran itu adalah ketentuan terbatas bagi pengoperasian transportasi publik di masa wabah Covid-19 yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah.
"Jadi maknanya adalah transportasi publik tetap beroperasi dengan syarat ketat dan sesuai protokol kesehatan di tengah wabah Covid-19. Contohnya adalah kereta listrik atau KRL Jabodetabek yang tetap beroperasi dengan memenuhi standard protokol kesehatan di tengah wabah Covid-19," jelasnya.
"Begitu pula dengan transportasi publik lainnya itu beroperasi dengan syarat ketat dan bukan untuk mudik," ungkapnya.