Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar divonis pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp 1 Miliar subsider tiga bulan kurungan.
Emirsyah terbukti bersalah menerima suap pengadaan proyek di PT Garuda Indonesia dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.
Baca: Kejagung Periksa Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tanjung Priok
Selain itu, Emirsyah juga dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang.
Upaya itu dilakukan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia.
Pada pertimbangan putusan, majelis hakim mengungkapkan alasan menghukum Emirsyah Satar.
Majelis hakim menilai Emirsyah sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia, tidak memberikan contoh yang baik.
“Hal-hal yang memberatkan, terdakwa adalah seorang pimpinan di Garuda Indonesia yang seharusnya menjadi panutan. Tetapi, malah melakukan kecurangan,” kata Rosmina, ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada saat membacakan putusan, Jumat (8/5/2020).
Selain itu, kata dia, hal yang memberatkan lainnya.
Yaitu perbuatan Emirsyah menerima suap tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas tindak pidana korupsi.
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Emirsyah dituntut pidana penjara selama 12 tahun dan denda pidana sebesar Rp 10 Miliar subsider 8 bulan kurungan.
Majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal-hal yang meringankan hukuman Emirsyah.