Seluruh awak kapal tersebut kemudian dijemput oleh kapal Araon berbendera Korea Selatan pada tanggal 20 April 2020 dan tiba di pelabuhan Gwangyang, Yeosu, pada tanggal 29 April 2020.
Keenam ABK WNI kemudian menjalani pemeriksaan kesehatan dan karantina di kota Busan, Korea Selatan, sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku.
Baca: Mendikbud Nadiem: Film Dapat Mendukung Pelaksanaan Merdeka Belajar
"Kami bersyukur bahwa keenam ABK WNI berada dalam keadaan sehat dan hari ini dapat dipulangkan ke tanah air," ucap Umar Hadi.
KBRI Seoul telah pula melakukan koordinasi erat dengan Kementerian Luar Negeri di Jakarta dan KBRI Port Moresby, Papua Nugini.
Panggil Dubes China
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi secara khusus menghubungi para anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) kapal Long Xin 629 di Korea Selatan (Korsel), Jumat (8/5/2020) waktu setempat.
Menlu Retno menanyakan kabar kondisi para WNI tersebut. Para awak kapal WNI tersebut menyatakan kondisi mereka dalam keadaan baik.
"Alhamdulillah teman-teman dari Seoul, dari KBRI memfasilitasi dengan baik. Nanti di tanah air kita akan bertanya kepada teman-teman semua tentang permasalahan teman-teman yang ada di kapal," ujar Menlu dari sambungan telepon.
Menlu juga menanyakan perkembangan wawancara para ABK WNI dengan kepolisian laut setempat atau Coast Guard Korea.
Para ABK WNI pun menjawab sudah melakukan wawancara dengan kepolisian laut Korea Selatan terkait permasalahan mereka.
Kementerian Luar Negeri juga berencana memanggil Duta Besar China untuk meminta klarifikasi atas kematian dan pelarungan jenazah anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) di Kapal Long Xing.
Baca: Fakta Kasus Mutilasi Elvina di Sumut: sang Kekasih dan Ibu Kandungnya Jadi Tersangka Pembunuhan
Terkait hal itu, anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris menilai tepat rencana Kemenlu. Namun, ia meminta agar pemanggilan tersebut tak sekadar menjadi prosedural diplomatik belaka, melainkan harus membahas kemungkinan pelanggaran HAM yang terjadi.
"Harus masuk sampai ke jantung persoalan yaitu adanya dugaan kuat pelanggaran hak-hak pekerja dan pelanggaran HAM di atas kapal berbendera China tersebut, sebagaimana diungkap ABK WNI lain yang mengalami eksploitasi, bahkan mengarah ke perbudakan," ujar Charles, dalam keterangannya, Jumat (8/5/2020).
Charles mengatakan, Pemerintah Indonesia harus mendesak pemerintah China untuk menerapkan standar perlindungan pekerja dan perlindungan HAM sesuai standar universal.
Tak hanya itu, seharusnya pemerintah China mengusut tuntas dan menjatuhkan sanksi hukum pada perusahaan pemilik kapal tersebut serta memberantas praktek-praktek serupa lainnya.