Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pemberian THR Kepada PNS, Prajurit TNI, Anggota Polri, Pegawai Nonpegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun atau Tunjangan.
Dalam Beleid yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 9 Mei 2020 tersebut, pemerintah paling cepat membayarkan THR Idul Fitri untuk para ASN paling cepat 10 hari setelah hari raya Idul Fitri.
Baca: Lawan Virus Corona, Ganjar Pranowo Ajak Masyarakat Jogo Tonggo, Apa Maksudnya?
"Tunjangan Hari Raya dibayarkan paling cepat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal Hari Raya," berikut bunyi Pasal 15 ayat 1.
Meski demikian, THR bukan berarti pasti dibayarkan sebelum Lebaran.
Dalam PP tersebut, tetap memuat pasal 4 ayat 2 PP Nomor 36 tahun 2019 yang menyatakan THR bisa dibayar setelah Idul Fitri. Ketentuan tersebut dimuat dalam pasal 15 ayat 2 di PP nomor 24 tahun 2020.
"Dalam hal Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dibayarkan, Tunjangan Hari Raya dapat dibayarkan setelah tanggal Hari Raya," bunyi pasal itu.
Selain itu, PP 24 Tahun 2020 juga juga memasukkan calon ASN sebagai penerimaTHR selain mengatur penerimaan untuk ASN, TNI-Polri maupun Penerima pensiun.
Di luar calon ASN, besaran THR diberikan dengan nilai 1 bulan penghasilan yang diterima di dua bulan sebelum hari raya sesuai pasal 6 ayat 1.
Baca: Perppu Corona Disahkan Jadi Undang-Undang, MAKI Siapkan Permohonan Baru ke MK
Apabila ada selisih penerimaan antara dua bulan sebelumnya dengan sekarang, pemerintah tetap membayar selisih tersebut kepada ASN.
Khusus calon ASN, mereka hanya mendapatkan 80 persen (delapan puluh persen) dari gaji pokok PNS, tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan atau tunjangan umum.
Masa Bekerja dari Rumah bagi ASN Diperpanjang
Pemerintah memutuskan untuk kembali memperpanjang pelaksanaan kebijakan Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja dari rumah ( work from home ) hingga 29 Mei 2020.
Kebijakan ini sebagai respon atas upaya pencegahan perluasan penyebaran virus corona atau Covid-19.
Baca: DPR Sahkan Perppu 1 Tahun 2020 Menjadi Undang-Undang, Hanya PKS yang Menolak
Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 19 Tahun 2020.
Surat tersebut berisi tentang Penyesuaian Sistem Kerja ASN Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah.
“Diperpanjang hingga 29 Mei 2020, dan akan dievaluasi lebih lanjut menyesuaikan dengan keputusan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terkait status keadaan pandemi Covid-19 di Indonesia,” ujar Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Atmaji mengatakan, di dalam Surat Edaran Menteri PANRB tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan work from home dilakukan di rumah atau tempat tinggal dimana pegawai ASN tersebut ditempatkan atau ditugaskan pada instansi pemerintah.
Melalui Surat Edaran (SE) tersebut, diberitahukan pula agar Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada instansi pemerintah memastikan agar penyesuaian sistem kerja yang dilakukan di lingkungan instansinya tidak mengganggu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
Selain itu juga tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Terkait dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PPK pada instansi pemerintah diminta melakukan penyesuaian sistem kerja bagi ASN.
“PPK dapat menentukan ASN yang bertempat tinggal di wilayah PSBB untuk menjalankan WFH selama masa PSBB,” jelasnya.
Atmaji menjelaskan bahwa SE Menteri PANRB sebelumnya, yaitu Nomor 19 Tahun 2020 dan Nomor 50 Tahun 2020 masih tetap berlaku dan merupakan satu kesatuan dengan SE yang baru saja terbit ini, sampai dengan ditetapkannya kebijakan baru.
Baca: Eks Kapolda Bengkulu Positif Virus Corona, Mabes Polri: Tak Ada Kontak Langsung di Acara Sertijab
Perpanjangan WFH ini dilakukan dengan mempertimbangkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.
Serta Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13.A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia.
Rencana Pemerintah Melonggarkan PSBB
Pemerintah menyiapkan formulasi dalam rencana pelonggaran (relaksasi) pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di masa Pandemi virus corona atau Covid-19.
Terdapat empat bidang atau kriteria dalam formulasi tersebut.
Baca: Update Corona Global Selasa 12 Mei 2020: Jumlah Infeksi 4,2 Juta, Rusia Laporkan Lonjakan Kasus
"Dalam upaya melakukan pelonggaran dan menyusun skenario, paling tidak gugus tugas akan beri empat kriteria, pertama upaya di bidang prakondisi yaitu sosialisasi, kedua berhubungan dengan waktu atau timing," ujar Ketua Gugus Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo usai rapat terbatas evaluasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Selasa, (12/5/2020).
"ketiga prioritas bidang apa termasuk daerah mana yang perlu dilakukan. Terakhir adalah koordinasi pusat dan daerah," katanya.
Dalam bidang prakondisi, lanjut Doni, nantinya akan ada kajian akademis yang melibatkan pakar, ulama, budayawan, dan tokoh masyarakat.
Sehingga kata Doni, nantinya ada perhitungan terukur dalam pelonggaran PSBB tersebut.
"Termasuk upaya gugus tugas untuk kerja sama dengan beberapa lembaga survei untuk dapat data akurat terutama pada 8 provinsi," katanya.
Setelah Prakondisi, Doni menjelaskan selanjutnya yakni masalah timing atau waktu pelonggaran PSBB tersebut.
Bila suatu daerah kurva penyebaran Covid-19 belum melandai, Doni mengatakan maka tidak akan diizinkan melonggarkan penerapan PSBB.
"Artinya apa? statusnya masih tetap tidak boleh kendor, justru harus meningkat kembali," katanya.
Timing juga berhubungan dengan kesiapan masyarakat.
Bila tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan tinggi, maka izin pelonggaran akan diberikan. \
Sebaiknya, lanjut Doni, bila tidak, maka PSBB tetap diterapkan.
"Kalau masyarakat tidak siap hal ini tidak mungkin dilakukan. timing ini juga bisa kita lihat dari tingkat kepatuhan masyarakat di setiap daerah yang akan dilakukan pelonggaran. manakala tingkat kepatuhan kecil, tentu kita tidak boleh ambil risiko," tuturnya.
Faktor atau bidang selanjutnya yakni prioritas.
Doni mengatakan akan dikaji prioritas pemberian izin pelonggaran PSBB tersebut.
Sehingga tidak menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat.
"Prioritas apa yang harus kami lakukan, kami berikan baik kepada kementerian/lembaga termasuk kepada provinsi, kabupaten, kota," kata Doni.
Untuk bidang-bidang apa, apakah di bidang pangan khususnya pasar, restoran, dan juga mungkin berhubungan dengan kegiatan untuk menghindari masyarakat tidak di-PHK," ucap Doni.
Terkahir, faktor koordinasi pusat dan daerah.
Doni menjelaskan pelonggaran PSBB harus dikoordinasikan sehingga tidak ada penolakan dari daerah.
Baca: Waspada! Penyakit Ginjal dan Jantung Picu Kematian Tertinggi Pasien Corona
"Jangan sampai nanti diberikan pelonggaran ternyata ada penolakan. Demikian juga mungkin dari daerah memutuskan untuk minta pelonggaran atas inisiatif sendiri, ternyata pusat melihat belum waktunya," kata Doni.
"Jadi koordinasi pusat daerah ini jadi prioritas kami," pungkasnya.