Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gagasan relaksasi masjid sempat disinggung Wakil Ketua Komisi VIII DPR Laksdya TNI (Purn) Moekhlas Sidik kepada Menteri Agama Fachrul Razi.
Terkait hal itu, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Masjid Istiqlal Abu Hurairah mengaku menyambut gembira jika memang relaksasi akan diberlakukan.
"Kami di Istiqlal tentu menyambut gembira kalau memang ada relaksasi," ujar Abu, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (13/5/2020).
Baca: Liga Inggris Bakal Terapkan Aturan Ketat Saat Sesi Latihan Tim, Pemain Dilarang Lakukan Tekel
Baca: Kata MUI soal DPR Minta Relaksasi Masjid kepada Menteri Agama
Baca: Anggota DPR Minta Relaksasi Masjid di Tengah Pandemi Corona, Menag: Kami Akan Diskusikan
Abu menegaskan dibuka atau tidaknya Masjid Istiqlal ke depannya sangat bergantung dengan situasi dan kondisi terkait penyebaran Covid-19.
Menurut Abu, pihaknya bisa membuka Masjid Istiqlal untuk masyarakat umum kembali asalkan pemerintah pusat dan provinsi bisa mengatasi penyebaran wabah Covid-19.
Namun, apabila tak ada pihak yang mampu menjamin tak akan timbul masalah baru termasuk penyebaran Covid-19, maka Masjid Istiqlal tak akan dibuka.
"Kalau penyebaran Covid-19 sudah bisa diatasi, maka kami bisa buka kembali Masjid Istiqlal untuk umum. Kami belum bisa buka kalau tidak ada pihak yang menjamin, takutnya timbul masalah baru lagi," jelasnya.
"Intinya kami butuh ada yang menjamin dan yang paling tau situasi dan keadaan kan pemerintah," imbuh Abu.
Seandainya Masjid Istiqlal memang akan dibuka nantinya, Abu memastikan pihaknya akan tetap mematuhi protokol kesehatan. Antara lain tetap menggunakan alat pelindung diri (APD) selama di masjid.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Laksdya TNI (Purn) Moekhlas Sidik, meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi agar dapat memperjuangkan gagasannya merelaksasi masjid saat pandemi Covid-19.
Menurut Sidik, masjid adalah simbol agama Islam. Meski saat ini ada imbauan melakukan social/physical distancing, ia menilai masjid dan rumah-rumah ibadah tidak seharusnya ditutup.
Menurutnya, social/physical distancing bisa tetap diterapkan bergantung pada manajemen masjid masing-masing.
"Kami bicara soal masjid. Kami tadinya diam-diam karena setelah ada (isu) kelonggaran atau relaksasi masjid bisa dibuka, tetapi faktanya tidak," ucap Sidik dalam rapat dengan Kemenag, Senin (11/5/2020).
Sidik --yang menyebut diri orang desa, mengatakan, masjid di sebuah perkampungan adalah simbol keislaman dan kebanggaan umat Islam.
Tapi saat ini masjid-masid justru sepi karena masyarakat diimbau salat di rumah.
"Membangun masjid dengan susah payah, tahu-tahu sekarang ditutup begitu saja. Menurut saya ini kesalahannya bukan masalah tutup atau tidak, tapi manajemennya," tuturnya.
Politikus Partai Gerindra itu lalu membandingkan masjid yang ditutup dengan kantor-kantor yang dibolehkan buka.
Menurutnya, perkantoran yang tetap buka itu mengubah manajemen sesuai protokol kesehatan.
"Kenapa kantor Kemenag sampai sekarang buka, manajemennya Pak. Enggak ditutup kok. Termasuk kantor presiden pun tidak ditutup. Yang diatur manajemennya. Misalnya, soal jarak di dalam kantor. Bahkan kalau waktu kerja Pak, kantor kami tentara bisa 12 jam, kantor-kantor normatif cuma 8 jam," bebernya.
Karena itu Sidik meminta Menag membicarakan dengan pemerintah agar masjid tetap buka, atau istilahnya 'relaksasi masjid' merujuk relaksasi PSBB/transportasi, tinggal protokol kesehatannya dijalankan.
"Saran saya dengan adanya relaksasi menteri agama harus berjuang kepada pemerintah. Jangan diam saja. Harus dibuka dengan cara manajemen diubah. Jangan dianggap orang Islam ini bodoh-bodoh. Kok begitu-begitu saja, diam-diam saja," kata Sidik.
"MUI juga perlu diajak bicara. Karena MUI juga lebih senang kalau kita tidak ke masjid sementara yang dipandang ini manajemennya bisa diatur," tutupnya.
Anggota Komisi VIII lain, asal PKS, Bukhori Yusuf, menyebut istilah relaksasi masjid pertama kali disampaikan MUI.
Dia menilai wacana ini perlu dibahas karena Kemenhub telah melaksanakan relaksasi transportasi umum dengan syarat.
"Kami juga mohon bahwa ketika Menhub merelaksasi masalah kendaraan dan seterusnya, maka MUI menyampaikan tempo hari kenapa kemudian Masjid tidak direlaksasi," kata Bukhori.
"Sehingga masyarakat bisa menyelenggarakan salat jemaah dengan tetap dengan standar protokol Covid-19. Mohon itu kemudian mendapat tanggapan serius," ujar Legislator dapil Jawa Tengah itu.
Selain relaksasi masjid, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto juga mengusulkan kepada Menag untuk relaksasi pada Hari Raya Idul Fitri nanti.
Sebab, lebaran merupakan momen yang dinilainya penting bagi masyarakat.
Sejak diberlakukannya PSBB, pemerintah dan MUI memang mengimbau masyarakat agar beribadah di rumah saja.
Dalam aturan PSBB, tempat-tempat ibadah diharuskan untuk ditutup.
Bukan hanya masjid, gereja, pura, wihara, dan klenteng juga ditutup.
Seiring penutupan tempat ibadah itu, maka kemudian masyarakat tidak bisa beribadah di rumah ibadahnya masing-masing.
Umat Islam tidak bisa melakukan salat jumat dan salat tarawih berjamaah di masjid.
Sementara umat Kristiani juga tidak bisa melakukan misa di gereja.
Namun beberapa hari lalu MUI mendesak pemerintah untuk tegas dan memberikan penjelasan mengenai situasi Covid-19 di Indonesia saat ini.
Hal ini disampaikan MUI karena menilai bahwa pemerintah sudah melakukan pelonggaran PSBB dengan mengizinkan kembali beroperasinya seluruh moda transportasi.
Menurut MUI, penjelasan pemerintah tentang situasi Covid-19 di Tanah Air penting agar MUI bisa mengambil sikap.
"Agar tidak terjadi kebingungan di kalangan umat sehubungan dengan adanya kebijakan-kebijakan baru pemerintah, maka MUI meminta ketegasan sikap pemerintah tentang penyebaran Covid-19 apakah sudah terkendali atau belum," kata Sekjen MUI Anwar Abbas, Jumat (8/5/2020).
Anwar mengatakan, ketegasan pemerintah akan menjadi dasar MUI mengeluarkan fatwa terkait diperbolehkan atau tidaknya beribadah di masjid serta aturan lainnya.
Hingga saat ini, MUI masih berpegang pada Fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020.
Fatwa itu salah satunya mengatur mengenai ibadah di masjid atau tempat umum yang tercantum dalam poin 4 fatwa tersebut.
Jika pemerintah menganggap bahwa kondisi sudah terkendali, maka MUI akan mengeluarkan fatwa umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat di masjid kembali.
Demikian pula ibadah lainnya yang melibatkan banyak orang.
Sementara itu Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, pihaknya memang tengah mengkaji adanya relaksasi untuk rumah ibadah selama pandemi Covid-19.
"Kami belum ajukan, tapi kami sudah punya ide itu dan sempat saya bicarakan dengan Dirjen," ujar Fachrul.
Salah satu hal yang dikaji adalah perlunya penanggungjawab atas rumah ibadah selama penerapan relaksasi, agar tindakan pencegahan penularan virus corona tetap dapat dilakukan selama ibadah berlangsung.
"Nanti kami akan rumuskan lebih detail lah, tetapi kami belum bisa mengangkat itu keluar," ujar Fachrul.
Jika relaksasi rumah ibadah dapat terealisasi, ia berharap masyarakat tetap melaksanakan tindakan pencegahan virus corona.
Contohnya jika di masjid, jumlah jemaah yang perlu diatur agar tak terlalu banyak dan jarak antar shaf dapat direnggangkan.
"Jarak antara shaf lebih jauh, misalnya tetap memakai masker, kemudian juga lain-lain lah yang harus kita lakukan," ujar Fachrul.
Ia menjelaskan, rencana ini akan segera ia bicarakan dengan Presiden Joko Widodo.
Ia juga akan mendiskusikannya dengan Kepala Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo.
"Niat kami mengajukan kepada Bapak Presiden dan Kepala Gugus Tugas nantinya, apa saja yang perlu kami lakukan. Tapi menurut saya fair saja jika kita minta, asal kita benar yakin betul-betul dilaksanakan itu (tindakan pencegahan Covid-19)," ujar Fachrul.