Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) M Ramdan Andri Gunawan Wibisana memaparkan, peraturan yang tumpang tindih menjadi salah satu pemicu korupsi di sektor sumber daya alam (SDA).
Hal itu disampaikan Ramdan dalam diskusi darimg bertajuk 'Penataan Ulang Kebijakan dan regulasi SDA di Indonesia: Ragam, Masalah dan Pembelajaran', Rabu (13/5/2020).
"Peraturan yang tumpang tindih dapat menciptakan ruang yang lebih besar bagi diskresi. Nah, diskresi yang besar ini kemudian pada akhirnya dapat bermuara pada munculnya praktik yang koruptif," kata Ramdan.
Baca: Doni Monardo Sempat Tegang saat Awal Pandemi Virus Corona Masuk Indonesia
Dia mencontohkan kebakaran lahan yang diatur dalam tiga undang-undang (UU), seperti UU tentang Perkebunan, UU tentang Lingkungan Hidup, dan UU tentang Kehutanan.
Ketentuan hukum untuk menjerat pelaku, bahkan korporasi, menurut Ramdan, menjadi berbeda-beda.
"Perlu dikaji disharmonisasi secara vertikal dari satu UU ke UU lain," sebut dia.
Kata dia, regulasi yang terlalu banyak atau hiper-regulasi sejatinya memicu potensi pelanggaran. Pelanggaran pada akhirnya memunculkan diskresi.
Penegak hukum, imbuh Ramdan, memiliki kesempatan melakukan pemerasan dan memperoleh suap saat menjerat pelaku.
Menurutnya, penting pula merampingkan sejumlah peraturan guna mencegah kejahatan rasuah.
Di sisi lain, diperlukan sanksi yang semakin berat ketika pelanggaran itu dilakukan secara besar.
Baca: Five Vi Rachmawati Kini Tak Lagi Tampil Seksi dan Hijrah, Minta Foto-fotonya Tanpa Hijab Dihapus
"Peraturan sedikit tapi berkualitas," kata Ramdan.
Direktur Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Wardiana mengatakan, SDA menjadi salah satu sektor utama pengawasan tindak rasuah instansinya. KPK saat ini menangani 27 kasus korupsi di sektor ini.
Wawan mengatakan SDA sejatinya punya kontribusi besar kepada negara. Seperti, penerimaan negara nonpajak atau penyerapan tenaga kerja.