News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Iuran BPJS Kesehatan Naik

Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Setelah Dibatalkan, Ahli: Pemerintah Seakan Tidak Peduli Putusan MA

Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo naikkan iuran BPJS Kesehatan

TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi corona menimbulkan polemik.

Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menaikkan tarif iuran BPJS kesehatan pada 2019 lalu.

Ia menaikkan iuran tersebut melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Namun, pada akhir Februari 2020, Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan tersebut.

Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr Agus Riewanto SH SAg MAg, turut memberikan tanggapannya.

Agus menilai, langkah yang diambil Presiden Jokowi seakan tidak mempedulikan putusan MA.

Pengamat Hukum Ketatanegaraan dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto. (Tribunnews/ISTIMEWA)

Baca: Alasan Pemerintah Naikkan Kembali Iuran BPJS di Tengah Pandemi: Jaga Keberlanjutan Operasional

Padahal, dalam putusan MA, pemerintah seharusnya melakukan kajian kembali.

Hal ini dilakukan agar naikknya iuran BPJS Kesehatan dapat dibarengi dengan perbaikan-perbaikan.

"Dalam putusan MA mengatakan supaya pemerintah melakukan kajian lagi."

"Supaya dalam proses kenaikan itu harus dilakukan perbaikan-perbaikan."

"Tapi pemerintah tidak mempedulikan (putusan MA, red)," ujar Agus kepada Tribunnews, Rabu (13/5/2020).

Menurut Agus, ketidakpedulian ini bisa dikarenakan ranah untuk melakukan pembiayaan bidang kesehatan ada di tangan pemerintah.

Ilustrasi BPJS (KOMPAS.com/Retia Kartika Dewi)

Baca: Ahli Hukum Tata Negara Soroti Langkah Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan: Anomali di Tengah Pandemi

Oleh karena itu, lanjut Agus, pemerintah merasa memiliki kewenangan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

"Sehingga pemerintah Jokowi melihat apa yang diputuskan MA ini tetap dipatuhi."

"Iuran dinaikkan karena ingin melakukan perbaikan-perbaikan," tutur Dosen Fakultas Hukum dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum UNS itu.

Kendati demikian, Agus menerangkan kebijakan tersebut merupakan anomali atau ketidaknormalan.

Pasalnya, saat ini pemerintah merealokasi anggaran negara besar-besaran untuk membantu masyarakat miskin yang terdampak wabah.

"Menurut saya kurang tepat, karena posisi kita sedang dalam masa pandemi Covid-19."

"Sangat anomali dengan kebijakannya sendiri yang merealokasi APBN dalam rangka membantu masyarakat miskin," ungkap Agus.

Petugas melayani warga di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri resmi naik per 1 Juli 2020 mendatang, meski begitu peserta Kelas III masih mendapatkan subsidi sampai Desember 2020. Pemerintah menetapkan iuran BPJS Kesehatan kelas III sebesar Rp 42.000, meski begitu peserta kelas terendah ini tetap membayar Rp 25.500 karena mendapatkan subsidi. Sementara untuk kelas II dan III sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca: Jokowi Naikkan Iuran BPJS di Tengah Pandemi, Ahli: Lebih Baik Perbaiki Data, Agar Tepat Sasaran

Agus menuturkan, kebijakan menaikkan iuran BPJS adalah kebijakan yang tidak konsisten.

Di satu sisi, masyarakat yang terdampak corona terbantu dengan pemberian bantuan langsung tunai sebesar Rp 600 ribu atau bantuan sembako.

Namun, dalam kebijakan terbarunya ini, masyarakat juga harus membayar kenaikan iuran BPJS.

"Di satu sisi merealokasi APBN untuk masyarakat miskin yang terkena dampak corona, di sisi lain dinaikkan iuran BPJSnya."

"Ini tidak konsisten antara satu kebijakan dengan kebijakan yang lain," jelasnya.

Rincian kenaikan BPJS

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi kembali menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Corona.

Kenaikan ini diatur dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kebijakan pun didorong oleh Jokowi pada Selasa (5/5/2020) lalu.

Kenaikan ini khususnya bagi peserta mandiri yang terdiri dari Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang diatur dalam Pasal 34.

Kenaikan pun mulai berlaku pada 1 Juli 2020 mendatang.

Petugas melayani warga di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri resmi naik per 1 Juli 2020 mendatang, meski begitu peserta Kelas III masih mendapatkan subsidi sampai Desember 2020. Pemerintah menetapkan iuran BPJS Kesehatan kelas III sebesar Rp 42.000, meski begitu peserta kelas terendah ini tetap membayar Rp 25.500 karena mendapatkan subsidi. Sementara untuk kelas II dan III sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Berikut rincian kenaikan untuk peserta mandiri kelas I, II dan III:

- Kelas I: Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000

- Kelas II: Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000

- Kelas III: Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000

Untuk kelas III, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500.

Sehingga yang dibayarkan oleh masyarakat tetap Rp 25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000.

Oleh karenanya, masyarakat harus membayar kelas III senilai Rp 35.000.

(Tribunnews.com/Maliana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini