TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah mengumumkan kenaikan jumlah iuran BPJS Kesehatan.
Iuran BPJS naik resmi diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Lantas kebijakan baru tersebut menuai kritik dari sejumlah tokoh.
Mereka di antaranya menganggap Pemerintah tak peka dengan kondisi dan situasi prihatin masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Para tokoh yang mengomentari kenaikan iuran BPJS antara lain mulai dari politikus PKS Mardani Ali Sera (MAS), mantan Komisioner KPK Laode M Syarief, hingga Fadli Zon.
Mardani Ali Sera: Tidak Ada Keberpihakan
Baca: Yang Perlu Diketahui dari Iuran BPJS Naik Per 1 Juli, Kelas III Tetap Bayar Rp 25.500
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Publik Diminta Jangan Selalu Salahkan Jokowi
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera semakin kecewa dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terus membebani rakyat.
Hal itu disampaikannya lantaran Presiden Jokowi diam-diam menaikkan iuran BPJS Kesehatan sepihak.
"Luar biasa Bapak Presiden kita yang terhormat, tidak ada angin dan hujan langsung menekan Perpres No 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres No 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan," kata Mardani kepada wartawan, Kamis (14/5/2020).
Mardani menganggap kenaikan iuran itu karena sudah matinya sensifitas, kepedulian, keberpihakan, dan keprihatinan kebijakan rezim kepada masyarkat kecil.
"Jelas tidak ada keberpihakan kepada masyarakat kecil, sudah jatuh ketimpa tangga Presiden,” ucap Mardani.
Anggota Komisi II DPR RI ini menganggap semua kacamata Presiden Jokowi selalu menyangkut ekonomi bukan kemanusiaan.
"Pandemik Covid-19 ini sudah memberatkan masyarakat, Saya minta Presiden lebih mengedepankan sisi humanisme ketimbang ekonomi," kata dia.
Fadli Zon: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
Anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon, memberikan kritik atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi.
Terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, Fadli Zon meminta Presiden Jokowi membatalkannya.
Menurut Fadli, keputusan menaikkan iuran BPJS setelah sebelumnya dibatalkan Mahkamah Agung (MA) adalah keputusan yang absurd.
Baca: Pemerintah: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berdasarkan Pertimbangan Ahli Independen
Baca: Pemerintah Siapkan Anggaran Rp 3,1 Triliun Untuk Subsidi Iuran Peserta Kelas III BPJS Kesehatan
Mantan Wakil Ketua DPR ini mengibaratkan masyarakat yang mendapat kenaikan iuran BPJS di tengah wabah Corona sebagai orang yang sudah jatuh lalu tertimpa tangga dan kemudian terlindas mobil.
Fadli pun meminta agar Jokowi membatalkan keputusan tersebut.
Hal itu disampaikan Fadli Zon melalui postingan di akun Twitternya, @fadlizon, Kamis (14/5/2020).
"P @jokowi, kenaikan iuran BPJS di tengah pandemi n stlh ada keputusan MA menurunkannya, benar2 absurd. Rakyat sdh jatuh tertimpa tangga lalu spt dilindas mobil. Selain bertentangan dg akal sehat, resep ini makin miskinkan rakyat. Kesengsaraan rakyat tambah meroket. Batalkanlah!" tulisnya.
Laode M Syarief Sebut Mahkamah Agung
Dikutip dari TribunnewsBogor.com, langkah Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan dikritik banyak pihak, termasuk mantan Komisioner KPK Laode M Syarief.
Jokowi dinilai telah melawan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan iuran BPJS sebelumnya.
Bahkan Laode M Syarief pun menyebut langkah tersebut menggambarkan kalau Indonesia adalah negara kekuasaan.
Sebab, pemerintah sudah berani melawan putusan MA.
Hal tersebut disampaikan oleh Laode M Syarief di akun Twitternya, Kamis (14/5/2020).
Laode M Syarief juga memention akun Twitter Mahfud MD dalam menyampaikan kritiknya itu.
Hal itu disampaikan Laode M Syarief sambil memposting berita di Kompas.com dengan judul “Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Jokowi Dinilai Berselancar Lawan Putusan MA”.
Seperti diketahui, Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Pada Perpres tersebut, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Padahal, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan perpres terkait kenaikan iuran BPJS.
Hal itu membuat Laode M Syarief menuding negara ini bukan lagi negara hukum, tapi negara kekuasaan.
“KETIKA KITA SUDAH BERANI MELAWAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG,
Kita Bukan Negara Hukum Lagi tapi Negara Kekuasaan.
@mohmahfudmd @zainalamochtar @na_dirs,” tulisnya.
Adapun Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang diteken Presiden Rabu (13/5/20) menjelaskan kenaikan iuran berlaku untuk kelas I dan kelas II terlebih dahulu pada 1 Juli 2020.
Sementara, iuran kelas III baru akan naik pada tahun 2021, mendatang.
Adapun kenaikan iuran itu untuk peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000 dari saat ini Rp 80.000.
Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Sedangkan iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Untuk peserta mandiri kelas III ini, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Daryono, Chaerul Umam)(TribunnewsBogor.com/Vivi Febrianti)