Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengatakan pemerintah seolah tidak peka dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Diketahui, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres tersebut, tercantum kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020.
"Pemerintah tidak memiliki kepekaan dan empati terhadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat Covid-19. Bahkan menurut beberapa pakar kondisi ekonomi kita akan terganggu hingga akhir tahun bahkan awal tahun depan. Maka kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan," ujar Netty, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (14/5/2020).
Baca: Jadwal Belajar dari Rumah TVRI Kamis 14 Mei 2020: Khan Academy, Jenderal Sudirman dan Matematika
Baca: Donald Trump Menolak Anggapan Ahli Penyakit Menular untuk Tidak Membuka Lockdown AS
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik Mulai 1 Juli, DPR: Jangan Bebani Rakyat
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mengatakan pemerintah tak ubahnya memberikan kado buruk dan pil pahit bagi masyarakat di momen lebaran ini.
Padahal, kata dia, masyarakat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang harus ditanggung.
Antara lain seperti kenaikan tarif daftar listrik (TDL), harga BBM yang tak kunjung turun, serta daya beli masyarakat yang semakin menurun.
"Kenaikan ini semakin mempersulit kehidupan masyarakat dan membuat hidup masyarakat semakin sengsara dan ambyar. Pemerintah harusnya fokus dalam penanganan kesehatan terhadap Covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan," ungkapnya.
Menurut Netty kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok kelas III PBPU harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran mengingat carut marutnya persoalan data kepesertaan BPJS.
Apalagi, lanjutnya, jumlah peserta kelas III ini paling banyak dari kelas lainnya, setelah terjadi migrasi dari kelas I dan II ke kelas III yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019.
"Seharusnya pemerintah, dalam hal ini presiden, melaksanakan putusan MA yang membatalkan sebagian Perpres 75/2019 ini secara sungguh-sungguh karena putusan ini mengikat," kata dia.
"Jangan malah bermain-main dan mengakali serta mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh institusi yang baik dan taat hukum jangan malah sebaliknya," tandasnya.