News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

ICW Desak Pemerintah dan DPR Hentikan Pembahasan RUU Pemasyarakatan di Tengah Pandemi Covid-19

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana saat ditemui di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Senin (9/12/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan (RUU-Pas).

Selain momentum yang tidak pas karena Indonesia masih menghadapi pandemi corona atau Covid-19, secara substansi RUU Pemasyarakan pun menimbulkan berbagai persoalan serius, terutama terkait upaya pemberantasan korupsi.

Bahkan, terdapat sejumlah pasal dalam RUU tersebut yang membahagiakan koruptor.

Padahal, kejahatan korupsi diakui secara internasional sebagai extraordinary crime, white collar crime, dan transnational crime yang berimplikasi mewajibkan setiap negara menerapkan aturan-aturan yang khusus bagi pelaku kejahatan finansial ini.

Baca: Gugus Tugas Covid-19 Sebut Pengunjung Bandara Soekarno-Hatta Tertib Terapkan Physical Distancing

Mulai dari hukum acara, materiil, bahkan sampai perlakuan terhadap terpidana korupsi di lembaga pemasyarakatan (lapas).

"Melihat ketentuan yang tertuang dalam RUU-Pas ini rasanya kejahatan korupsi hanya dipandang sebagai tindak kriminal biasa saja oleh DPR dan juga pemerintah," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Minggu (17/5/2020).

Kurnia membeberkan sejumlah poin dalam RUU Pemasyarakan yang perlu dikritisi.

Dikatakan, RUU Pemasyarakatan tidak secara jelas memaknai konsep pemberian hak kegiatan rekreasional pada tahanan maupun narapidana yang tercantum dalam Pasal 7 huruf c dan Pasal 9 huruf c.

Baca: Perludem: Terlalu Berisiko Jika Pilkada Tetap Dilaksanakan Pada Desember 2020

Merujuk pernyataan Muslim Ayub, anggota Komisi III Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR, pengertian hak kegiatan rekreasional itu nantinya para tahanan atau pun narapidana berhak berplesiran ke pusat perbelanjaan.

Kurnia menegaskan, alur logika demikian tidak dapat dibenarkan karena bagaimana mungkin seseorang yang sedang berada dalam tahanan ataupun pelaku kejahatan yang sudah terbukti bersalah dibenarkan melakukan kunjungan ke tempat-tempat hiburan.

Data yang dihimpun ICW setidaknya mencatat tujuh terpidana yang diduga melakukan plesiran saat menjalani masa hukuman di lapas, seperti mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaq; Anggoro Widjojo; mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito, mantan Wali Kota Bogor Rachmat Yasin; mantan Bendum Partai Demokrat Nazaruddin; hingga mantan Ketua DPR Setya Novanto.

"Penting untuk dicatat, data-data dugaan plesiran ini untuk membantah logika frasa 'hak kegiatan rekreasional' sebagaimana dicantumkan dalam RUU-Pas. Sederhananya, dengan RUU-Pas diprediksi akan semakin marak narapidana-narapidana yang akan melakukan plesiran disaat menjalani masa hukuman," katanya.

Baca: Jadwal Imsak dan Buka Puasa, Senin 18 Mei 2020 di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi

Selain itu, ICW juga mengkritisi tidak adanya syarat khusus bagi narapidana korupsi mendapatkan remisi, cuti menjelang bebas maupun pembebasan bersyarat.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini