News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tanggapan Pengamat Terkait Usulan Pemunduran Tahun Ajaran Baru, Ini Positif dan Negatifnya

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pelajar SMA

Laporan Wartawan Tribun Jateng Muhammad Sholekan

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG   Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah meluncurkan kalender pendidikan Tahuan Ajaran 2020/2021 yang akan dimulai pada tanggal 13 Juli 2020.

Menurut pemerhati pendidikan, Darmaningtyas, tidak perlu ada perubahan tahun ajaran seperti yang diusulkan beberapa orang agar tahun ajaran baru dimundurkan mulai Januari.

Hal itu seperti tahun ajaran yang berlangsung seperti pada periode 1966-1977.

“Urgensi usulan memundurkan tahun ajaran baru itu antara lain, yakni mengikuti skenario yang optimis, seperti ajakan Presiden Jokowi agar kita berdamai dengan virus corona itu berhasil.

Yakni dalam arti pergerakan masyarakat mulai muncul dan kegiatan ekonomi pun mulai ada,” ucapnya dalam keterangan tertulis yang juga dimuat di akun Facebook pribadinya, Senin (18/5/2020).

Baca: Terjun ke Dunia Hiburan, Adiba Uje Tetap Prioritaskan Pendidikan

Dia juga mempertanyakan, apakah secara otomatis masyarakat masih memiliki kemampuan (pendanaan) untuk menyekolahkan anak-anak mereka?

Bukankah masa 6 bulan ke depan adalah masa-masa sulit untuk mencari pekerjaan atau usaha baru?

“Kondisi ekonomi dan psikologis masyarakat saat ini tidak memungkinkan orangtua memikirkan mencari sekolah baru.

Hal itu karena, kebutuhan untuk survive sehari-hari saja sudah susah, masih dibebani pikiran untuk mencarikan sekolah anaknya yang akan masuk ke TK, SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, bahkan ke perguruan tinggi,” tuturnya.

Menurut pengurus Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS) di Yogyakarta itu, kalau mengikuti skenario yang pesimis, masa pandemi ini tidak jelas kapan akan berakhir.

Bahkan pada saat tahun ajaran baru bulan Juli pun belum berakhir.

Baca: Mendikbud Paparkan Adaptasi Sistem Pendidikan Indonesia Selama Pandemi Covid-19 Dalam Bahasa Inggris

“Apakah cukup manusiawi bila masyarakat masih dihadapkan pada masalah pandemi corona dan dan sekaligus bingung mendapatkan sembako, tapi harus memikirkan mencari sekolah baru bagi anaknya? Bisa-bisa banyak orang tidak menyekolahkan anaknya.

Betul, sekolah di SD dan SMP negeri tidak bayar SPP.

Namun, kebutuhan bersekolah tidak hanya SPP, SPP itu hanya 25 persen dari total kebutuhan anak sekolah di setiap jenjang pendidikan,” ungkapnya.

Bila bulan Juli virus corona belum pergi, lalu tahun ajaran baru dimulai dan pembelajaran dilaksanakan seca online akan terasa ganjil.

Hal itu karena para murid belum saling berkenalan.

Demikian pula antara guru dan murid juga belum berkenalan, tapi mereka sudah harus melaksanakan pembelajaran online.

Baca: FAKTA Viral Video Perkelahian Anak di Semarang, Perekam Bukan Orangtua, Korban Alami Memar di Kepala

“Kecuali itu, tidak semua orangtua dan daerah siap dengan pembelajaran online.

Indonesia itu tidak hanya terdiri dari kelas menengah di perkotaan, tapi juga kaum miskin di perkotaan dan warga yang tinggal di daerah pesisir dan pedalaman yang jaringan listrik maupun sinyal HP belum tentu lancar,” ucapnya.

Kecuali itu, tambanhya, bila proses pembelajaran dilaksanakan secara online, termasuk untuk murid-murid, maka sesungguhnya ada yang hilang dari fungsi sekolah, yaitu sebagai ruang untuk membangun interaksi dan relasi sosial antara murid satu dengan lainnya, maupun antara murid dengan guru.

“Pendidikan karakter juga sulit dilaksanakan ketika proses pembelajaran itu online karena kemampuan orangtua untuk membimbing itu berbeda-beda,” ucapnya.

Darmaningtyas juga melihat sisi positif dan negatif kalau pemerintah mengeluarkan kebijakan adanya pemunduran tahun ajaran baru.

Sisi Positif

1. Tidak menambah beban masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah yang sekarang kondisinya sedang terpuruk.

Kalau mereka masih dibebani dengan pencarian sekolah baru bagi anak-anak, itu akan menambah stres dan itu akan menurunkan imunitas mereka. Akhirnya virus corona makin betah bercokol di Indonesia.

2. Dapat menghemat APBN yang dialokasikan untuk pendidikan, khususnya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) untuk SMA/SMK/MA/PT selama satu semester (Juli -Desember).

Realokasi dana tersebut dapat dipakai untuk mendukung penanangan Covid-19, di tengah pemasukan pajak yang minus.

Baca: Belanja hingga Masak Sendiri, Wanita yang Maju di Pilkada Solo Ini Bagi-bagi Nasi & Takjil ke Warga

3. Mengurangi kesenjangan proses dan kualitas pendidikan yang muncul selama pembelajaran dilakukan di rumah. Sekolah atau kuliah di rumah itu diakui atau tidak menciptakan proses pembelajaran yang tidak seimbang antara anak-anak orang mampu dan tinggal di perkotaan dengan anak-anak tidak mampu yang tinggal di perkotaan lantaran mereka mengalami keterbatasan akses internet.

Juga antara daerah-daerah yang akses internetnya bagus dengan yang tidak. Bila Tahun Ajaran Baru dimulai Juli 2020 sementara pembelajarannya di rumah, maka yang dirugikan adalah anak-anak kurang mampu yang tinggal di perkotaan dan pedesaan maupun anak-anak yang tinggal di daerah yang jaringan internetnya masih terbatas.

Sisi Negatif

Bagi anak-anak Indonesia yang akan melanjutkan studi ke luar negeri, ada selisih waktu antara tutup tahun ajaran di Indonesia dengan sejumlah negara maju tempat anak-anak Indonesia akan melanjutkan sekolah di sana.

Namun negara-negara itu juga punya keragaman tahun ajaran baru, seperti Jepang memulai tahun ajaran baru bulan April, Amerika Serikat bulan Juli, Inggris bulan September, Singapura dan Australia mulai Januari.

Jadi alasan memulai tahun ajaran baru dari Januari dan berakhir Desember akan merugikan anak-anak yang akan melanjutkan studi ke luar negeri tidak sepenuhnya benar, bergantung luar negeri mana yang akan dituju.

Baca: Kronologi Sopir Truk Bantu Korban PHK Pulang Kampung karena Kehabisan Uang, Curhat di FB & Menyamar

Kalau Singapura dan Australia malah malah pas. Demikian pula kalau mau melanjutkan ke Jepang, menunggunya hanya empat bulan.

“Kecuali itu, anak-anak yang akan melanjutkan studi ke luar negeri itu jumlahnya terlalu kecil, mungkin hanya satu persen dari total lulusan setiap tahunnya. Selisih waktu itu justru dapat dipakai sebagai persiapan agar tidak mengalami gegar budaya saat sampai ke negara tujuan,” ucapnya.

Menurutnya, tugas guru masih tetap mengajar secara online pada murid Kelas II-VI SD/MI, Kelas II-III SD/MTs, dan SMA/SMK/MA.

“Dengan kata lain, mereka yang pada saat ini bersekolah akan mengalami perpanjangan satu semester, seperti yang terjadi pada tahun 1978 waktu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Joesoef memundurkan tahun ajaran baru dari Januari menjadi Juli. Tapi pemunduran tahun ajaran pada 2020 ini tidak akan terlalu menjadi beban karena anak-anak melakukan pembelajaran di rumah,” tandasnya. (kan)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Darmaningtyas Beri Masukan ke Pemerintah Terkait Pentingnya Pemunduran Tahun Ajaran Baru

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini