News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Stunting dan Gizi Buruk Seharusnya Tidak Terhenti Akibat Pandemi Covid-19

Penulis: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENCEGAHAN STUNTING - Peserta kompetisi kompetisi cara edukasi isi piringku di sekolah melakukan presentasi di hadapan juri dalam Gathering Isi Piringku di Graha Pancasila, Balai Kota Among Tani, Kota Batu, Selasa (28/1/2020). Kampanye Isi Piringku merupakan edukasi berkelanjutan dari Danone Indonesia yang menyasar guru Paud, Ibu PKK dan Orangtua tentang anjuran gizi seimbang untuk mencegah stunting pada anak-anak. (SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio menyayangkan, perhatian pemerintah terhadap stunting dan gizi buruk yang teralihkan akibat Covid 19.

Padahal stunting ini dampaknya 30 tahun mendatang.

"Saat dunia makin kompetitif, anak-anak yang hari ini tidak cukup gizinya akan semakin terbelakang,” ujar Agus saat diskusi media melalui zoom meeting, Selasa (19/5/2020)\.

Menurut dia, penanganan stunting dan gizi buruk seharusnya tidak lantas terhenti akibat pandemi.

Sebab dapat tetap dilakukan melalui pemberian makanan tambahan (PMT) dan program bantuan pangan yang lebih tepat sasaran.

Tepat sasaran yang dimaksud Agus bukan hanya penerima, namun juga komposisi isinya harus memenuhi kebutuhan gizi anak dan keluarga.

Baca: Pandemi Covid-19 Dinilai Menghambat Target Penurunan Angka Stunting Nasional

“Sekarang di dalam bantuan pangan atau sembako, ada produk tinggi kandungan gula seperti susu kental manis," kata Agus.

Menurut dia, pemberian susu kental manis ke masyarakat apalagi nanti jadi konsumsi anak-anak harus dihindari karena tidak baik untuk pertumbuhan.

Dokter anak Dr. dr. Tubagus Rachmat Sentika, Sp.A, MARS mengakui, pemberian sembako berisi berbagai produk instan, termasuk susu kental manis masih sering terjadi.

“Sekilas, bantuan ini terlihat meringankan masyarakat namun bila diperhatikan, bantuan untuk masyarakat dengan komposisi tersebut belum tentu meringankan beban keluarga," katanya.

Sebagai seorang dokter anak, Tubagus mengaku prihatin dengan adanya kental manis di dalam bansos, karbohidratnya lebih dari 46%.

Baca: Peringatan Dini BMKG Rabu 20 Mei 2020 di Lombok: Beberapa Wilayah Waspada Hujan Lebat disertai Petir

"Ini dilarang dan nggak boleh untuk anak dibawah 18 tahun,” ujar dokter anak yang akrab disapa Rachmat ini.

Dokter Rachmat turut menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ini.

“Pemerintah mengurangi pelayanan kesehatan dasar seperti posyandu, puskesmas dan poliklinik yang tentu saja mengurangi program-program upaya kesehatan masyarakat (UKM)," katanya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini