TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Kamrussamad menilai utang pemerintah sudah membahayakan kedaulatan NKRI.
Berdasarkan data yang ada, selama 48 hari atau sejak 1 April-18 Mei 2020, utang pemerintah bertambah Rp 635 triliun atau selama pandemi coronavirus disease 2019.
"Sehingga secara keseluruhan senilai 5.583,8 triliun jika data yang dipakai utang pemerintah Februari 2020 lalu, yaitu senilai Rp 4.948.8 T," katanya via pesan WhatsApp, Selasa (19/5/2020).
Ia memperkirakan, jumlah ini akan terus bertambah karena fundamental krisis kesehatan masih belum sepenuhnya terkendali.
"Kita berharap penggunaan dana pinjaman tidak dikorupsi,"kata politisi Partai Gerindra ini.
Kamrussamad juga mempertanyakan penyerapan anggaran kesehatan senilai Rp 70 triliun dan insentif untuk UMKM dan pemulihan ekonomi senilai Rp 270 triliun.
"Apakah sepenuhnya sudah terserap? Bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Apakah sudah efektif, tepat sasaran, serta mampu menggerakkan sektoril?," katanya.
Baca: Utang Pemerintah Indonesia Tembus Rp 5.192,56 Triliun pada Maret 2020, Terpengaruh Covid-19
Perubahan postur APBN dilakukan dua kali dalam satu bulan, kata dia menunjukkan Menteri Keuangan diragukan dalam memotret kondisi ekonomi dan menentukan indikator ekonomi dalam merumuskan kebijakan fiskal.
"Kita sudah ingatkan agar memiliki data yang terintegrasi sebagai basis pengambilan keputusan supaya tidak prematur dalam menyusun postur APBN," ujarnya.
"Ini kenyataan yang harus diterima pelebaran defisit tanpa batas maksimal dalam Perppu 1/20, dan pada akhirnya berpotensi membahayakan kedaulatan negara karena beban utang pemerintah sangat besar bahkan melampaui ratio utang standar internasional yang di tetapkan sejumlah lembaga keuangan dunia seperti IMF," jelasnya.
Menurut Kamrussamad, indikator kerentanan utang pemerintah telah melampaui rekomendasi IMF dalam International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411.
Baca: Kisah Sidiq, Petani Asal Lampung yang Jalani Operasi Gratis Berkat JKN-KIS
Ia menambahkan bahwa rasio-rasio yang melampaui batas aman antara lain rasio debt service terhadap penerimaan, rasio bunga utang terhadap penerimaan, dan rasio utang terhadap penerimaan.
Lebih rinci katanya, rasio debt service terhadap penerimaan tercatat sudah melampaui standar IMF sejak 2018. Pada 2018 rasio debt service terhadap penerimaan mencapai 39,06 persen, sedangkan IMF mematok batas aman di nominal 25 persen hingga 35 persen.
"Rasio bunga utang terhadap penerimaan yang oleh IMF dibatasi pada 7 persen hingga 10 persen telah dilampaui oleh pemerintah sejak 2015 dimana rasio bunga utang terhadap penerimaan mencapai 10,35 persen," katanya.