Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi, Muhamad Isnur, menyoroti upaya pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Pada Mei 2020, pemerintah tercatat mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang menaikkan lagi iuran BPJS.
Baca: Alasan BPJS Kesehatan Hapus Kelas Peserta : Untuk Layanan Kesehatan Yang Setara dan Berkeadilan
Baca: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Kembali Digugat, Penggugat Nilai Masih Ada Ego Sektoral
Baca: Iuran BPJS Naik Lagi, KPCDI Daftarkan Judicial Review Perpres 64 Tahun 2020 ke MA
Padahal Putusan Mahkamah Agung Nomor 7P/HUM/2020 tertanggal 27 Februari 2020 membatalkan Perpres 75 Tahun 2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Menurut Isnur, kenaikan kembali iuran setelah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan ancaman pemberian sanksi denda tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Mendesak pemerintah taat dan konsekuen terhadap perintah UUD 1945 yang menegaskan bahwa jaminan sosial dan pelayanan kesehatan adalah bagian dari hak setiap warga negara dan merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhi," kata dia, Kamis (21/5/2020).
Selain itu, dia menyoroti kekurangan dalam pengelolaan BPJS Kesehatan.
Sebelumnya, kata dia, telah disampaikan oleh KPK RI terdapat salah pengelolaan dalam BPJS, cara-cara dengan menaikkan iuran setelah dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung dalam Pertimbangan Putusan No. 7 P/HUM/2020 menegaskan kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, tidak boleh dibebankan kepada masyarakat.
Dia menilai kesalahan atau kecurangan itu juga diuraikan oleh Mahkamah dengan merujuk kepada hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap BPJS Kesehatan.
"Mendesak pemerintah membatalkan kenaikan dan menghentikan ancaman denda dari BPJS, dan merombak total pengelolaan BPJS yang telah diketahui terdapat salah pengelolaan," tambahnya.