Wendra merujuk Pasal 143 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang berbunyi 'setiap orang dilarang menghalangi-halangi dan/ atau melarang penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak atas pekerjaan'.
"Bahkan terdapat ancaman pidana bagi siapapun yang menghalang-halangi dan atau melarang disabilitas untuk mendapatkan hak-haknya," kata dia.
Selain itu, tindakan tim BPK tak memberikan dispensasi bagi korban saat dilaksanakannya diklat orientasi tergolong pada tindakan diskriminasi.
Dalam pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, kata dia, berasaskan pada perlakuan khusus dan perlindungan lebih sebagaimana dijamin dalam Pasal 2 huruf k Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
"Oleh karenanya LBH Padang mendesak BPK Republik Indonesia untuk memulihkan hak korban dengan mengangkat dan melantik korban sebagai PNS di BPK Sumatera Barat," katanya.
"Dan mendesak Komnas HAM RI dan Ombudsman RI mendorong proses penyelesaian konflik di luar pengadilan agar hak-hak korban sesegera mungkin untuk dipulihkan menjadi abdi negara," tandasnya.