Tetapi bukan berarti bila ada yang tidak setuju dengan pemberitaan wartawan, lantas jalan keluarnya adalah teror dan ancaman pembunuhan.
Dalam negara hukum seperti Indonesia, kata Hidayat, sudah ada mekanisme keberatan yang diatur oleh Undang-Undang Pers.
"Silakan dilaporkan saja ke Dewan Pers. Nanti akan dinilai apakah memang benar wartawannya yang salah kutip, atau memang narasumbernya yang salah memberikan keterangan (dan kemudian dia ralat). Jadi, bukan dengan teror dan ancaman pembunuhan," ucap pria yang akrab disapa HNW itu.
Terkait diskusi yang digelar UGM, menurut Hidayat seharusnya bisa disikapi dengan ilmiah, intelektual dan kepala dingin.
Ketentuan soal pemakzulan presiden memang ada dalam UUD NRI 1945.
Namun, prosesnya diatur sangat ketat, dengan tahapan yang berjenjang.
Jadi, tidak karena satu diskusi di kampus maka terjadilah pemakzulan.
Mendiskusikan hal itu, apalagi secara ilmiah di kampus, kata Hidayat bukan tindakan makar.
"Semua pihak harus ikut mengawal praktik demokrasi Pancasila, apalagi jelang peringatan hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni, yang nilai-nilainya wajib kita jaga dan perjuangkan bersama, bukan hanya sekadar perayaan tahunan yang bersifat seremonial. Karena itu Polisi harus segera melakukan kewajibannya; usut tuntas, tegakkan hukum yang benar dan adil," pungkasnya.