TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menilai presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tak memihak rakyat saat mengesahkan Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) alias UU Minerba.
Di tengah masalah perusakan lingkungan hingga isu korupsi di sektor minerba, Laode menilai UU Minerba akan justru bakal semakin menambah masalah dalam sektor tersebut.
"Proses yang sangat rahasia dan bahkan disahkan dalam masa covid. Saya rasa presiden dan DPR tidak memihak rakyat Indonesia. Kalau kita melihat struktur undang-undang Minerba yang baru," kata Laode dalam sebuah diskusi bertajuk 'Sidang Rakyat', Senin (1/6/2020).
Dia membeberkan sejumlah poin permasalahan dari sektor minerba. Mulai dari piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam yang rendah hingga renegosiasi 37 kontrak karya (KK) dan 74 Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang belum terlaksana.
"Bahkan pada waktu saya di KPK, masih puluhan triliun yang kewajiban PNBP yang megang pertambangan yang belum mereka bayar. Itu belum terlaksana tetapi sudah membuat undang-undang mineral yang baru," ungkapnya.
Baca: Bakal Semakin Rusak Lingkungan, Korban Lumpur Lapindo Tolak Pengesahan UU Minerba
Lebih lanjut, Laode menambahkan UU Minerba juga disebut sebagai state capture corruption. Salah satu cirinya adalah pemerintah memfasilitasi perusakan atau penyelewengan uang negara dengan kebijakan atau regulasi.
"Saya berharap KPK RI tetap istiqomah dalam memberantas korupsi di sektor minerba," pungkas dia.