TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden pertama Republik Indonesia, Ir Sukarno bukan hanya seorang pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bung Karno juga arsitek yang mewariskan karya arsitektur yang tersebar dalam berbagai bangunan publik nasional.
Hal itu terungkap dalam diskusi virtual bertema 'Bung Karno Sang Arsitek' yang menghadirkan Arsitek dan Pengajar Universitas Pancasila Yuke Ardhiati yang dipandu sejarawan Bonnie Triyana, Selasa (2/6/2020).
Yuke menjelaskan Bung Karno sebenarnya lulusan Teknik Sipil jurusan Pengairan (Waterbouwkunde) dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Namun, seorang profesor di ITB kemudian mengenali bakat Bung Karno dalam menggambar, sehingga diminta agar bersedia menjadi asisten dengan tugas semacam draftman sejumlah proyek arsitektur.
Nama sang profesor adalah Charles Prosper Wolff Schoemaker, yang dikenal juga sebagai arsitek sejumlah bangunan seperti Villa Isola dan Hotel Preanger di Bandung, Jawa Barat.
Salah satu rumah yang terkenal menjadi karya mereka berdua adalah rumah Red Tulip.
"Jadi kesempatan baik itu menjadikan Bung Karno percaya diri mendirikan biro arsitek di tahun 1926," kata Yuke.
Belakangan, Sukarno lalu bermitra dengan Ir Anwari, kemudian Roosseno Soerjohadikoesoemo yang dikenal sebagai Bapak Beton Indonesia, sebagai biro konsultan arsitektur.
Di tengah perjuangan kemerdekaan Indonesia, Sukarno banyak mengerjakan ide arsitektur, sementara Rooseno yang melaksanakan konstruksinya.
Yuke yang menulis sejumlah buku mengenai karya arsitektur nasional di era Bung Karno, melanjutkan bahwa pengalaman itulah yang berkontribusi pada kematangan Sukarno mewujudkan berbagai karya di era berikutnya.
Termasuk ketika menjadi presiden Indonesia, dimana berbagai bangunan historis negara dibangun dan bertahan hingga kini.
“Dalam arsitektur, gagasan itu sudah dipandang sebagai karya. Sejak bekerjasama dengan zaman Pak Anwari dan Pak Rooseno, Bung Karno berperan sebagai penyumbang gagasan,” terang Yuke.
Ketika menjadi presiden, kata Yuke, Sukarno banyak memperkerjakan arsitek dalam negeri sendiri dalam mewujudkan ide-idenya atas berbagai bangunan publik Indonesia.
Salah satunya adalah Sudarsono, arsitek yang memvisualisasikan ide Bung Karno tentang Tugu Monas di Jakarta.
Bonnie lalu mempertanyakan keabsahan keterlibatan Bung Karno dalam membangun berbagai bangunan publik.
Sebab Sukarno pastilah sangat sibuk sebagai seorang presiden yang mengurusi negara Indonesia yang baru merdeka.
Menjawab itu, Yuke menjelaskan bahwa dalam dunia arsitektur, ide awal saja sudah merupakan bagian dari arsitektur itu sendiri. Dan para arsitek seperti Sudarsono yang kemudian bertugas memvisualisasikan.
Berdasarkan riset dan wawancaranya dengan para arsitek yang pernah bekerja bersama Sukarno, sang presiden pertama RI itu kerap memanfaatkan acara sarapan pagi untuk berdiskusi dengan para arsitek.
Dari risetnya, Yuke menemukan bahwa berbagai bangunan publik yang dibangun di masa kepemimpinan Bung Karno, merupakan ide awal dari sang presiden.
Yuke juga menceritakan sebuah kisah unik ketika Tugu Monas dibangun. Saat itu, Monas sudah hampir selesai, namun Bung Karno tiba-tiba meminta agar ditambah 10 meter lagi.
"Tiba-tiba Pak Karno bilang agar ditambah 10 meter lagi. Padahal gambar sudah selesai. Akhirnya dengan segala upaya jadi 132 meter seperti sekarang," kata dia.
Menurut Yuke, tak terhitung banyaknya hasil karya Sukarno maupun kolaborasinya dengan arsitek yang hingga kini masih ada.
Termasuk kolaborasi dengan para seniman. Bangunan itu tersebar di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di wilayah dimana dulu Sukarno dibuang oleh penjajah.
Bonnie Triyana menyimpulkan dari diskusi itu bahwa selain sebagai proklamator bangsa dan presiden, Bung Karno ternyata juga seorang arsitek dan seniman yang karyanya masih bertahan hingga saat ini.
"Bung Karno adalah seorang yang selalu berkolaborasi dalam menghasilkan karya seni dan karya arsitekturnya," kata Bonnie Triyana. (yat/Tribun Network)