TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Direktorat Siber Bareskrim Polri belum memberikan jawaban atas permohonan penangguhan penahanan yang diajukan oleh Ruslan Buton.
Surat permohonan penangguhan penahanan itu sudah dikirimkan oleh kuasa hukum Ruslan Buton sejak Sabtu (30/5/2020).
Hingga kini, surat tersebut masih dipelajari dan dipertimbangkan oleh penyidik.
Kavid Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono mengatakan dikabulkan atau tidak permohonan penangguhan Ruslan Buton merupakan kewenangan dari penyidik.
"Itu kewenangan penyidik, nanti penyidik yang menilai apakah penangguhan dikabulkan atau tidak. Pastinya banyak yang jadi pertimbangan penyidik, termasuk alasan dan siapa penjaminnya," tutur Argo saat dikonfirmasi, Rabu (3/6/2020).
Terpisah kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun mengungkap alasan pihaknya mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan bagi kliennya.
"Mengapa penangguhan penahanan diperlukan karena penyidik mengetahui keberadaan kliennya di Buton. Selain itu, orang tua klien kami juga sedang sakit," tutur Tonin dalam keterangannya, Sabtu (30/5/2020).
Tidak hanya orang tua, diungkap Tonin, istri Ruslan Buton juga sakit dalam keadaan kritis di Bandung, Jawa Barat.
"Sehingga dengan rasa kemanusiaan sepatutnya penangguhan bisa diberikan. Penyidik juga mengetahui klien kami kooperatif dan tidak dikhawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti serta mengulangi tindak pidana. Apalagi penjaminnya adalah beberapa purnawirawan, istri dan penasihat hukumnya," tambah Tonin.
Diketahui Ruslan ditangkap di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5/2020) tanpa ada perlawanan.
Penangkapan yang dilakukan oleh tim gabungan Satgassus Merah Putih bersama Polda Sulawesi Tenggara dan Polres Buton ini karena adanya laporan yang masuk ke SPKT Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM tanggal 22 Mei 2020.
Dalam penangkapan itu, tim menyita sebuah telepon genggam beserta SIM card dan satu kartu tanda penduduk (KTP) milik Ruslan Buton.
Dari hasil pemeriksaan awal pelaku mengaku rekaman suara yang meminta Presiden Jokowi mundur itu adalah benar suaranya sendiri.
Rekaman dibuat tanggal 18 Mei 2020, direkam menggunakan barang bukti (telepon genggam) milik pelaku. Usai merekam suara pelaku kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral.
Kini kasus ditangani Mabes Polri, sementara Polda Sultra dan jajaran hanya mendampingi penangkapan.
Melalui videonya, Ruslan menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi corona sulit diterima oleh akal sehat.
Ruslan juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi.
Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan di video itu.