TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Political Economy and Policy Studies (PEPS), Prof. Dr. Anthony Budiawan menilai kasus PT Asuransi Jiwasraya merupakan salah satu bukti kejahatan pasar modal.
Hal ini terjadi akibatnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Padahal, kata dia, banyak investasi dari Jiwasraya yang masuk dan diperdagangkan ke saham dan reksadana.
"Sangat jelas, ini kejahatan pasar modal," ujar Anthony dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Dia berharap OJK aktif menjalankan tupoksi mengawasi semua industri keuangan nasional.
"OJK yang mengawasi perusahaan asuransi seharusnya dapat mendeteksi hal-hal tidak lazim tersebut sejak awal," katanya.
Terlepas soal drama kasus Jiwasraya, Anthoni berharap penyelamatan dana nasabah harus mendapat prioritas utama.
Hal ini mutlak dilakukan mengingat nasabah Jiwasraya juga rakyat Indonesia.
"Banyak pemegang polis hanya keluarga biasa, bukan keluarga super mampu. Bahkan ada ibu rumah tangga dan para pensiunan, yang membeli polis dengan uang simpanan untuk memperoleh tambahan pendapatan. Ini harus diselamatkan," tuturnya.
Secara terpisah, Kuasa hukum Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Soesilo Aribowo menilai penerapan pasal dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus asuransi PT Jiwasraya tidak tepat.
Pasalnya, perbuatan yang dituduhkan JPU merupakan domain atau ranah pasar modal bukan tindak pidana korupsi.
Karenanya, penyelesaian kasus ini harus menggunakan UU pasar modal dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekarang.
“Sudah sejak awal saya katakan, ini persoalan pasar modal. Hampir 100 persen dakwaan adalah terkait pasar modal. Sehingga, sangat tepat kalau UU yang digunakan adalah UU pasar modal dan OJK,” jelas Soesilo.
Sidang Jiwasraya