Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 500 pemilih akan menggunakan hak pilih di satu tempat pemungutan suara (TPS) untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Ini merupakan kesimpulan rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP, Rabu (3/6/2020).
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah menyerahkan data penduduk pemilih potensial pemilu (DP4) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), untuk Pilkada serentak 2020.
Di data DP4 disebutkan 105.396.460 jiwa calon pemilih, dengan jumlah laki-laki 52.778.939 jiwa dan perempuan 52.617.521 jiwa.
Baca: Eks Dirut PT Dirgantara Indonesia Akui Diperiksa Sebagai Tersangka, KPK Belum Umumkan
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk menyiapkan skema pemilihan di TPS yang akan digunakan 500 orang untuk menyalurkan hak suara.
"KPU sudah menyiapkan surat ke KPU Prov dan Kabupaten/Kota untuk desain rancangan TPS sebagaimana yang disepakati maksimal 500. Hasil konsep segera dilaporkan ke KPU RI," kata dia, pada saat diskusi Webinar "Mengawal Demokrasi di Tengah Pandemik, Menakar Kesiapan Pilkada Serentak 2020", Jumat (5/6/2020).
Baca: Kecanduan Gelar, Gelandang Juara Dunia Ingin Persembahkan Trofi Liga Champions untuk Juventus
Menurut dia, jumlah pemilih di TPS merupakan parameter. Pihaknya sempat menawarkan dua metode pemungutan suara yang didasarkan pada alokasi anggaran.
Model pertama terkait jumlah pemilih 800 orang per TPS. Sedangkan pilihan kedua 500 orang per TPS.
"Kesimpulan disepakat 500 (pemilih,-red) per TPS. Dengan bagaimana pengelolaan yang baik dimaknai memperhatikan protokol kesehatan," kata dia.
Untuk menerapkan protokol kesehatan, pihaknya berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
"Dalam rangka mengadopsi protokol kesehatan, kami rapat dengan Kementerian Kesehatan. Untuk berkoordinasi dan dapat masukan bagaimana standar kesehatan dituangkan dalam tata kelola pelaksanaan pilkada," katanya.
Pentingnya Pemetaan Wilayah Terdampak Covid-19 Sebelum Gelar Tahapan Pilkada
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 akan digelar pada saat pandemi virus corona atau Covid-19.
Untuk itu diperlukan pemetaan wilayah mana saja yang terdampak virus tersebut.
Upaya itu dilakukan untuk menerapkan protokol kesehatan.
Sebab, tidak semua wilayah dapat diperlakukan sama selama dalam masa pandemi tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Abhan.
Baca: Cerita Tentang Ronny Bugis, Nyaris 3 Tahun Menyimpan Rapat-rapat Aksi Penyerangan Novel Baswedan
"Perlu pemetaan. Tidak semua di 270 daerah, Covid-19 zona merah. Bagaimana (daerah zona,-red) hijau dan kuning. Pemberlakuan harus berbeda," kata dia, dalam diskusi daring, Jumat (5/6/2020).
Pilkada 2020 akan digelar di 270 daerah meliputi sembilan provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten.
Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) untuk Pilkada serentak 2020 sebanyak 105.396.460 jiwa.
Sembilan provinsi, yaitu Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah. Sementara, 37 kota yang menggelar pilkada tersebar di 32 provinsi.
Baca: Download MP3 Lagu Hati Yang Kau Sakiti - Rossa, Lengkap dengan Lirik dan Video Klip
Menurut Abhan, penerapan protokol kesehatan Covid-19 di masing-masing daerah berbeda dan disesuaikan dengan kondisi daerah tersebut.
Hal yang sama, kata dia, seharusnya juga diterapkan di daerah yang akan menggelar pesta demokrasi itu.
Dia mencontohkan, petugas penyelenggara pemilu akan dipertanyakan calon pemilih apabila memakai pakaian hazmat di daerah yang dinyatakan masuk dalam kategori zona hijau Covid-19.
Baca: Masa Kecil Sule, Pernah Jualan Permen Karet dan Jadi Pengamen
Untuk di daerah yang masuk zona hijau, kata dia, alat pelindung diri tetap harus diberikan kepada petugas penyelenggara pemilu. Namun, cukup memakai masker, sarung tangan, dan hand sanitizer.
"Ketika turun memakai hazmat bisa menjadi menakutkan masyarakat. Nanti kontra produktif. Penting pemetaan wilayah," ujarnya.
Nantinya, pemetaan itu juga akan berpengaruh pada kesiapan daerah menyediakan anggaran untuk pembelian APD bagi petugas penyelenggara pemilu di lapangan.
"Apakah semua bisa standar seragam. Kalau masing-masing daerah kemampuan berbeda. Bisa saja lengkap sampai hazmat. Tetapi daerah lain cukup kemampuan masker sarung tangan dan hand sanitizer," ujarnya.
Pada prinsipnya penyelenggara pemilu harus menjamin hak memilih dan hak dipilih warga negara.
Untuk menggelar Pilkada di tengah pandemi Covid-19 ada prasyarat yang diperhatikan yaitu protokol kesehatan.
"Ada prasyarat yaitu manakala kepentingan untuk pencegahan covid juga terjamin. Artinya protokol kesehatan diterapkan secara ketat bagi penyelenggara maupun pemilih. Ada standar protokol kesehatan. Nanti kalau tidak diikuti, dipenuhi menjadi bagian pelanggaran administrasi dari penyelanggara," katanya.