Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Kuasa hukum Heru Hidayat, Soesilo Aribowo, menilai upaya Jaksa Penuntut Umum mendakwa Heru merugikan keuangan atau perekonomian negara adalah keliru.
Menurut dia, kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun berasal dari uang nasabah dan bukan uang negara.
Sehingga, menjadi kegagalan pembayaran uang nasabah atau pemegan polis yang dilakukan PT Jiwasraya (Persero).
"Surat dakwaan tidak cermat. Surat dakwaan tidak jelas menguraikan jumlah kerugian negara dengan jumlah uang yang diduga menerima manfaat (diperkaya,-red) dari kerugian negara," kata Soesilo, saat membacakan nota keberatan terhadap surat dakwaan atau eksepsi yang digelar di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/6/2020).
Baca: Karni Ilyas Minta Klarifikasi Zona Merah Surabaya, Risma Tak Peduli Status : Fokus ke Warga
Dia menjelaskan semua bentuk kerugian keuangan negara itu harus disebabkan perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum pidana, bukan disebabkan perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum perdata atau administrasi.
Dia memperkirakan Jaksa Penuntut Umum keliru memahami perkara ini sebagai bagian dari Tindak Pidana Korupsi.
"Padahal, tidak setiap Perbuatan Melawan Hukum (PMH,-red) atau penyalahgunaan kewenangan serta merugikan keuangan negara menjadi ranah Tindak Pidana Korupsi. Belum ada kerugian dari BPK sudah menyatakan rugi,” katanya.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung mendakwa Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat, memperkaya diri melalui transaksi pembelian dan penjualan saham dengan pejabat Jiwasraya sehingga menimbulkan kerugian negara Rp 16,8 triliun.
Baca: PLN: Tidak Ada Kenaikan Tarif Listrik di Tagihan Rekening Juni 2020
Selain didakwa melakukan tindak pidana korupsi, Heru Hidayat juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Jaksa Bima Suprayoga mengatakan upaya hasil tindak pidana korupsi di pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dilakukan pada tahun 2008 sampai dengan 2018.
Heru merugikan keuangan negara bersama-sama dengan Benny Tjokrosaputro, Komisaris PT Hanson International Tbk;
dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Mereka melakukan tindak pidana bersama mantan petinggi PT Jiwasraya, yaitu mantan Direktur Utama, Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi, Syahmirwan.
Keenam terdakwa diajukan kedepan pengadilan masing-masing dengan surat dakwaan tindak pidana korupsi dakwaan
primair, Pasal 2 ayat(1) jo. pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat (1) ke–1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca: Kejagung Periksa Terdakwa Kasus Jiwasraya di KPK
Subsidiair, Pasal 3 jo. pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 201 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Untuk berkas perkara atas nama Heru Hidayat selain didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Kesatu ditambah (komulatif) dengan dakwaan Kedua dan dakwaan Ketiga yaitu :
Kedua, Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Ketiga, Primair, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP
Subsidiair, Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.