Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengkritik proses pembahasan RUU Pemilu yang sedang digulirkan oleh DPR.
Satu di antara yang dia kritik adalah mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang banyak usulan datang untuk diturunkan.
Baca: Suasana Haru di Kediaman Siswa SMP yang Diduga Dibunuh Ayah Kandungnya Sendiri
Menurutnya, berapapun besaran presidential threshold, ada kekuatan para pemilik modal atau cukong yang mempengaruhinya.
Hal itu disampaikannya dalam webinar bertajuk "Ambang Batas Pilpres dan Kuasa Oligarki", Jumat (12/6/2020).
"Dalam urusan ini ambang batas omong kosong semua. Selanjutnya Jokowi-nya nih mau tidak (presidential threshold turun), ini susah. Sebab kalau dia tidak mau terus orang-orang itu (cukong), hidup lagi barang busuk ini presidential thresholdsial," ujarnya.
Margarito menjelaskan, kekuatan cukong sangat luar biasa dalam mengendalikan pemilu.
Menurutnya, tidak ada pengaruh paslon banyak karena ujung-ujungnya kekuatan modal yang berpengaruh.
"Oke, partai ada empat belas, capres juga empat belas. Ujung-ujungnya tinggal dua, berkelahi lagi dan ketika tinggal dua, duit lagi , fulus lagi," ucapnya.
Margarito mengatakan praktik demokrasi semacam itu merupakan keniscayaan yang terjadi karena memang diciptakan untuk menguntungkan kaum kapitalis.
Sebab, butuh biaya atau ongkos politik yang diperlukan untuk meraih kekuasaan.
Baca: Jalan Terjal Prabowo Subianto Sang Prajurit Tua Menuju Istana
Disinilah peran cukong menginvestasikan dananya dalam proses demokrasi.
"Tidak ada kampanya yang tidak pakai duit. Ini sejak awal urusan duit. Jadi Anda mau apa? pemilu adalah demokrasi adalah barang ciptaan asli kapitalis. Demokrasi tidak kurang dan tidak lebih adalah anarki yang dikendalikan," pungkasnya.