TRIBUNNEWS.COM - Penyidik senior KPK Novel Baswedan sampai bingung bagaimana harus berkomentar terkait pelaku penyiram air keras kepada dirinya yang dituntut ringan.
Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, kedua pelaku penyerang Novel rupanya hanya dituntut satu tahun penjara.
Novel mengungkap proses persidangan terhadap kasusnya hanya seperti lelucon yang dipertontonkan.
"Saya tidak percaya dengan proses persidangan ini, justru hal ini (tuntutan 1 tahun penjara, red) menjadi semakin jelas."
"Terlepas dari itu semua, saya bingung lagi mau mengomentari apa, ini seperti lelucon besar yang dipertontonkan," ungkap Novel yang dikutip Tribunnews melalui kanal Youtube Kompas TV, Jumat (12/6/2020).
Baca: Penyerangnya Dituntut Ringan, Novel Baswedan Sindir Jokowi: Selamat atas Prestasi Aparat Bapak
Novel mengakui, sejak awal dia memang meragukan proses persidangan kasusnya.
Alhasil, penyerangnya yang dituntut ringan, bisa dibilang sudah diprediksi oleh Novel.
"Saya sudah prediksi, kalau dibilang kecewa, sejak awal saya memang ragu," paparnya.
Novel melanjutkan, ia tidak merasa peran jaksa penuntut umum (JPU) di persidangan yang seharusnya mewaliki hak korban, berpihak kepadanya.
"Apabila kita melihat sistem peradilan pidana di negara kita, semua hak-hak korban diwakili oleh jaksa penuntut."
"Dan jaksa penuntut tidak sedang memerankan berpihak kepada saya sebagai korban," tegasnya.
Sindiran Novel untuk Presiden Jokowi
Cucu dari Pahlawan Nasional Abdurrahman Baswedan ini juga turut menyindir Presiden Jokowi.
Sindiran tersebut merupakan buntut dari kedua pelaku penyiram air keras kepada dirinya yang dituntut ringan.
Baca: Penyerang Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun Penjara, Abraham Samad: Aneh dan Patut Dipertanyakan
Novel dibuat geram atas putusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai keterlaluan.
Padahal, sehari-harinya Novel Baswedan bertugas untuk memberantas mafia hukum dengan tameng UU Tipikor.
Tetapi, ia justru terkena korban ketidakadilan.
Novel menyebut, tuntutan kepada penyerangnya itu lebih rendah daripada tuntutan penghinaan orang.
Kekesalan itu ia sampaikan melalui akun Twitter pribadinya @nazaqistsha pada Kamis (11/6/2020) malam.
"Keterlaluan mmg... sehari2 bertugas memberantas mafia hukum dgn UU Tipikor..
Tetapi jadi korban praktek lucu begini.. lebih rendah dari org menghina.." tulis Novel dalam cuitannya.
Lebih lanjut, Novel juga turut menyindir Presiden Jokowi atas "prestasi" yang dilakukan aparat penegak hukumnya.
Baca: Usman Hamid: Tuntutan 1 Tahun Terhadap Penyerang Novel Baswedan Cederai Rasa Keadilan
"Pak @jokowi, selamat atas prestasi aparat bapak. Mengagumkan..." tambah Novel dalam cuitannya.
Novel pun tak habis pikir hingga ingin berkata "terserah" atas ketidakadilan yang ia alami.
Kendati demikian, ulah aparat hukum tersebut diakui Novel akan menjadi beban bagi mereka sendiri.
Novel ingin agar segala proses rumit kasusnya ini benar-benar dipertanggungjawabkan sebaik mungkin.
"Melihat kebusukan semua yg mrk lakukan rasanya ingin katakan TERSERAH..
"Tp yg mrk lakukan ini akan jadi beban diri mrk sendiri, krn semua akan diperthhjwbkan." tulis Novel melalui akun Twitternya.
Tak terkecuali, tanggung jawab dari Presiden Jokowi yang membiarkan aparat penegak hukumnya berbuat tidak adil.
"Termasuk pak @jokowi yg membiarkan aparatnya berbuat spt ini.. prestasi?" sambung Novel.
Baca: Penyerang Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun Penjara, Abraham Samad: Aneh dan Patut Dipertanyakan
Tim Advokasi Novel sebut tuntutan yang memalukan
Selain itu, Tim Advokasi Novel Baswedan juga menilai, tuntutan satu tahun penjara terhadap dua terdakwa kasus penyerang air keras ini memalukan.
Anggota Tim Advokasi Novel, Alghiffari Aqsa mengatakan, tuntutan tersebut sangat rendah serta tidak berpihak pada korban kejahatan.
"Tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, akan tetapi juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan."
"Terlebih ini adalah serangan brutal kepada Penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Alghiffari dalam siaran pers, Kamis (11/6/2020).
Menurut Alghiffari, tuntutan itu mengonfirmasi dugaan Tim Advokasi, persidangan kasus Novel ini merupakan sandiwara.
"Sandiwara hukum yang selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat akhirnya terkonfirmasi," tegasnya.
Padahal, ia menilai, kasus yang menimpa Novel dapat berpotensi menimbulkan akibat buruk yang fatal seperti meninggal dunia.
Sehingga menurut Alghiffari, jaksa seharusnya mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
"Jaksa seakan hanya menganggap kesaksian mereka tidak memiliki nilai penting dalam perkara ini."
"Padahal esensi hukum pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materiil, sehingga langkah Jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya," pungkas Alghiffari.
(Tribunnews.com/Maliana)