Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah memutuskan untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Merespons hal itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi mengatakan pihaknya menunggu surat resmi dari pemerintah terkait permintaan penundaan pembahasan RUU HIP.
"Kami tunggu surat resmi pemerintah," kata Baidowi saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (16/6/2020).
Pria yang akrab disapa Awiek ini mengatakan sebaiknya pemerintah menyampaikan surat tertulis terkait permintaan penundaan pembahasan RUU ke DPR RI.
Baca: Bandingkan Tuntutan Penusuk Wiranto dan Penyerang Novel Baswedan: 16 Tahun dan 1 Tahun
Hal itu perlu dilakukan karena DPR RI mengirimkan surat tertulis secara resmi saat mengirimkan naskah akademik dan draf RUU HIP kepada pemerintah.
"Karena DPR berkirim surat resmi kepada pemerintah, maka sebaiknya sikap pemrintah juga disampaikan secara tertulis. Apakah mau menunda, menolak atau menyetujui pembahasan," ucapnya.
Baca: Cerita Bayern Muenchen Gagalkan Upaya Real Madrid Boyong Lewandowski
Awiek menjelaskan jika nantinya pemerintah menolak pembahasan, RUU HIP dikembalikan ke DPR RI dan tidak dilanjutkan pembahasan lebih lanjut.
Namun, jika disusun kembali, DPR punya kesempatan luas untuk menampung aspirasi.
"Mekanismenya sudah diatur dalam UU 12/2011jo UU 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," ucap politikus PPP itu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Mahfud MD didampingi Menkumham Yasonna Laoly mengatakan pemerintah akan mengirimkan pemberitahuan secara resmi kepada DPR terkait dengan permintaan penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kini tengah menjadi polemik di masyarakat.
Baca: The Jakmania Buat Acara Tribute To Sofyan Hadi Bakal Undang Band Papan Atas
Mahfud mengatakan hal tersebut nantinya akan disampaikan sesuai prosedur yang berlaku kepada DPR.
"Ini saya baru bertemu presiden. Jadi menyampaikan ke masyarakat, juga sekaligus ini pemberitahuan termasuk kepada DPR, tapi tentu resminya ada prosedur nanti. Makanya Menkumham diajak ke sini. Nanti yang akan beri tahu secara resmi sesuai dengan prosedur yang diatur oleh peraturan perundang-undangan bahwa kita meminta DPR menunda untuk membahas itu, itu nanti Menkumham yang akan memberi tahu secara resmi," kata Mahfud dalam video yang dibagikan Tim Humas Kemenko Polhukam pada Selasa (16/6/2020).
Selain itu Mahfud juga menegaskan kembali TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 tentang pelarangan paham Marxisme, Komunisme, dan Leninisme mutlak tetap berlaku
"Tapi substansinya pemerintah sudah sampai sikap tentang TAP MPRS Nomo 25 tahun 1966 mutlak tetap berlaku dan seperti dikatakan Pak Menkumahm tadi itu sebenarnya sudah satu keniscayaan katena sudah diperkuat kembali oleh TAP MPRS Nomor 1 tahun 2003," kata Mahfud.
Mahfud juga menegaskan kembali rumusan Pancasila yang resmi dipakai adalah rumusan Pancasila yang ada di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945.
"Pancasila yang resmi dipakai adalah Pancasila yang ada di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 yang isinya lima sila dalam satu kesatuan paham dan satu tarikan napas pemahaman," kata Mahfud.