Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PKS DPR RI merespons keputusan pemerintah yang meminta DPR menunda kelanjutan pembahasan RUU HIP.
Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto mengatakan pemerintah cukup responsif dalam menyikapi aspirasi yang berkembang di masyarakat terkait RUU HIP ini.
Baca: Minta Pembahasan RUU Ideologi Pancasila Ditunda, Pemerintah Sebut TAP MPRS Masih Berlaku
Namun, Mulyanto menilai keputusan itu tidak cukup hanya ditunda.
Sebab, dalam benak masyarakat masih menyimpan kekhawatiran RUU HIP ini akan dilanjutkan usai pandemi Covid-19 berakhir.
"Memang sekadar menunda pembahasan RUU HIP ini belum cukup. Belum tuntas. Masyarakat masih menyimpan kekhawatiran, kelak RUU HIP ini akan dimunculkan kembali," kata Mulyanto saat dihubungi Tribunnews, Rabu (17/6/2020).
Mulyanto menilai alangkah lebih bijaksana jika pemerintah menolak untuk menindaklanjuti pembahasan RUU HIP.
Hal itu untuk mendengarkan aspirasi berbagai elemen masyarakat yang menolak RUU HIP.
"Akan lebih aspiratif memang kalau pemerintah menolak menindaklanjuti pembahasan RUU HIP dengan tidak menetapkan Surat Presiden (Supres) dan menyusun DIM," ujarnya.
Sebelumnya, RUU HIP ini menjadi RUU inisiatif DPR saat Sidang Paripurna DPR RI pada 12 Mei 2020 lalu.
RUU HIP itu mendapat penolakan dari berbagai kalangan sebab dianggap justru melemahkan Pancasila dan membuka ruang ideologi lain hidup di Tanah Air karena tidak mencantumkan TAP MPRS XXV/1966 sebagai konsideran.
Akhirnya, pada Selasa (16/6/2020), Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Mahfud MD didampingi Menkumham Yasonna Laoly mengatakan pemerintah akan mengirimkan pemberitahuan secara resmi kepada DPR terkait dengan permintaan penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kini tengah menjadi polemik di masyarakat.
Mahfud mengatakan hal tersebut nantinya akan disampaikan sesuai prosedur yang berlaku kepada DPR.
"Ini saya baru bertemu presiden. Jadi menyampaikan ke masyarakat, juga sekaligus ini pemberitahuan termasuk kepada DPR, tapi tentu resminya ada prosedur nanti. Makanya Menkumham diajak ke sini. Nanti yang akan beri tahu secara resmi sesuai dengan prosedur yang diatur oleh peraturan perundang-undangan bahwa kita meminta DPR menunda untuk membahas itu, itu nanti Menkumham yang akan memberi tahu secara resmi," kata Mahfud dalam video yang dibagikan Tim Humas Kemenko Polhukam pada Selasa (16/6/2020).
Selain itu Mahfud juga menegaskan kembali TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 tentang pelarangan paham Marxisme, Komunisme, dan Leninisme mutlak tetap berlaku
"Tapi substansinya pemerintah sudah sampai sikap tentang TAP MPRS Nomo 25 tahun 1966 mutlak tetap berlaku dan seperti dikatakan Pak Menkumahm tadi itu sebenarnya sudah satu keniscayaan katena sudah diperkuat kembali oleh TAP MPRS Nomor 1 tahun 2003," kata Mahfud.
Baca: Jokowi Tak Bisa Intervensi Kasus Novel, Istana Sarankan Ikuti Proses Pengadilan
Mahfud juga menegaskan kembali rumusan Pancasila yang resmi dipakai adalah rumusan Pancasila yang ada di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945.
"Pancasila yang resmi dipakai adalah Pancasila yang ada di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 yang isinya lima sila dalam satu kesatuan paham dan satu tarikan napas pemahaman," kata Mahfud.