News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nazaruddin Bebas Bersyarat

Jelang Bebas Nazaruddin: KPK Sesalkan Pemberian Cuti Hingga Sel Disemprot Disinfektan

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

M Nazaruddin dan Setya Novanto. Tribun Jabar/Daniel Andreand Damanik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Lapas Klas 1 Sukamiskin, Thurman Hutapea mengatakan, sel yang ditinggalkan M Nazarudin sudah kosong.

Semua barang milik Nazarudin pun sudah dibawa.

Baca: Soal Kasus Novel, Tuntutan JPU Bukan Akhir dari Hukuman Pidana, Hakim yang Menentukan

Menurut Thurman, sel yang pernah ditempati mantan bendahara umum Partai Demokrat itu pun kini sudah disemprot disinfektan.

"Begitu kosong, kamar kita kunci dan semprot disinfektan," ujar Thurman Hutapea, Rabu(17/6/2020).

Menurut Thurman, sel yang sempat ditempati Nazaruddin itu kemungkinan belum akan kembali dibuka untuk ditempati narapidana baru.

"Belum karena Covid-19. Kita harus mengamankan, lebih baik kita mencegah daripada menindak. Artinya sekarang Covid-19 kan semakin hari semakin meningkat, maka ruangan itu tidak serta merta langsung kita isi, tapi kita tutup dan gembok kemudian dikasih disinfektan," katanya.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Jawa Barat Abdul Aris mengatakan Nazaruddin akan bebas murni pada 13 Agustus 2020.

Selama masa cuti menjelang bebas, Nazaruddin akan mendapatkan pengawasan dan bimbingan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung sesuai dengan domisili penjaminnya.

Aris menyebut Nazaruddin juga menerima potongan hukuman, atau remisi selama masa pembinaan.

Nazaruddin memang tercatat beberapa kali menerima remisi, baik pada saat 17 Agustus maupun saat hari raya Idul Fitri. "[Nazaruddin] menerima remisi 49 bulan," kata Aris.

Diketahui, Nazaruddin mulai ditahan pada 2011. Hukuman Nazaruddin dalam dua kasus total 13 tahun.

Sejatinya ia bebas pada 2024 jika tidak mendapat remisi. Aris menyebut

cuti menjelang bebas Nazaruddin sudah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

"Kegiatan dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : PAS-738.PK.01.04.06 Tahun 2020 tanggal 10 Juni 2020 tentang Cuti Menjelang Bebas atas nama Muhamad Nazaruddin Bin Latief," kata Aris.

Pernyataan senada juga dilontarkan oleh Kabag Humas dan Umum Ditjen Pas Kemenkumham Rika Apriyanti menjelaskan, Nazaruddin sedianya bebas murni pada 13 Agustus 2020.

Namun pada 7 April 2020, Kalapas Sukamiskin Thurman Hutapea mengusulkan agar Nazaruddin menjalani program Cuti Menjelang Bebas (CMB).

"Bahwa Nazaruddin akan selesai menjalani pidana pada 13 Agustus 2020. Sehingga pada 7 April 2020 diusulkan oleh Kepala Lapas Kelas I Sukamiskin untuk mendapatkan CMB," ujar Rika.

Rika mengatakan, setelah Kalapas Sukamiskin mengusulkan program cuti menjelang  bebas kepada Nazaruddin, kemudian usul tersebut disetujui dalam sidang TPP Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang lamanya sebesar remisi terakhir, selama dua bulan.

"Dan pelaksanaanya jatuh pada tanggal 14 Juni 2020," kata Rika.

Rika menyampaikan, Nazaruddin telah memenuhi persyaratan administratif dan subtantif untuk mendapatkan CMB berdasarkan Pasal 103 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi,

Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

"Bahwa yang bersangkutan habis menjalankan pidananya di tanggal 13 Agustus 2020, dan terhadap yang bersangkutan diberikan hak CMB sebesar dua bulan, pada tanggal 14 Juni 2020," kata Rika.

Rika menyebut Nazaruddin yang dipidana selama 13 tahun dalam dua kasus berbeda ini telah membayar uang denda yang totalnya sebesar Rp1,3 miliar.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tidak pernah memberikan status Justice Collaborator (JC) kepada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Pernyataan tersebut membantah keterangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang menyebut Nazaruddin mendapat status JC atau pelaku yang bekerja sama (justice colaborator) dari KPK.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan, pada 9 Juni 2014 dan 21 Juni 2017, KPK menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk Nazarudin karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional
(P3SON) Hambalang, perkara pengadaan e-KTP di Kemendagri dan perkara dengan terdakwa Anas Urbaningrum serta atas dasar Nazaruddin telah membayar lunas denda ke kas Negara.

Surat keterangan bekerja sama tersebut menegaskan KPK tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai JC.

"Pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan M Nazarudin sebagai Justice collaborator," terang Ali.

Ali menjelaskan, status JC dan surat keterangan bekerja sama merupakan dua hal berbeda.

JC diberikan KPK saat proses hukum masih berjalan dan diputuskan oleh Majelis Hakim.

Sementara surat keterangan bekerja sama diberikan KPK saat perkara hukum yang menjerat Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkraht.

"Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC untuk tersangka MNZ [Muhammad Nazaruddin]. Benar kami telah menerbitkan dua surat keterangan bekerjasama yang bersangkutan tahun 2014 dan 2017 karena telah bekerjasama pada pengungkapkan perkara dan perlu diingat saat itu dua perkara MNZ
telah inkracht," katanya.

Untuk itu, KPK menyesalkan langkah Ditjen PAS memberikan cuti menjelang bebas kepada Nazaruddin. Ali mengatakan, KPK setidaknya telah tiga kali menolak memberikan rekomendasi sebagai persyaratan asimilasi kerja sosial dan pembebasan bersyarat yang diajukan Ditjen PAS Kemenkumham, Nazarudin, maupun penasihat hukumnya.

"Yaitu pada sekitar bulan Februari 2018, bulan Oktober 2018 dan bulan Oktober 2019," kata Ali.

KPK berharap Ditjen PAS dapat lebih selektif dalam memberikan hak binaan, seperti remisi, pembebasan bersyarat, asimilasi dan lainnya kepada napi kasus korupsi.

Baca: Tuntutan 1 Tahun Dianggap Olokan, Novel Baswedan : Jangan-jangan Juga untuk Menghina Presiden

Hal ini lantaran korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

"Mengingat dampak dahsyat dari  korupsi yang merusak tatanan kehidupan masyarakat," katanya. (Tribun
Network/naz/ham/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini