Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu menilai warga Kepaun Sula Maluku Utara, Ismail Ahmad, yang mengunggah guyonan Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur soal Polisi jujur diperlakukan dengan cara-cara yang mengarah ke intimidasi.
Padahal menurut Ninik masih banyak masyarakat yang belum paham terkait Undang-Undang UTE, cyber bullying, dan tidak paham mana tindakan yang sifatnya guyinan dan mana yang meruoakan tindak kriminal.
Karenanya menurut Ninik seharusnya aparat keamananan memberikan perhatian apabila ada intimidasi ataupun upaya penanganan yang tidak mengedepankan cara-cara edukatif.
"Misalnya yang terjadi hari ini, di Maluku. Saya mendapat informasi dari Pak Suaidi ini bahkan ya. Di Maluku Utara, bagaimana seseorang yang menyampaikan joke, menirukan joke yang pernah disampaikan Presiden Abdurrahman Wahid, lalu kemudian diperlakukan dengan cara-cara yang mengarah pada intimidatif," kata Ninik dalam konferensi pers Ombudsman RI secara virtual pada Kamis (18/6/2020).
Baca: Respon Yenny Wahid Terkait Unggahan Humor Gus Dur yang Berbuntut Pemeriksaan oleh Polisi
Karenanya menurut Ninik tugas pemerintah dan aparar keamanan dalah memberikan penguatan kapasitas ke masyarakat terkait dengan cyber security.
Selain itu ia juga mengingatkan bahwa tugas pemerintah dan aparat adalah melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih akomodatif ketombang mengedepabkan cara-cara kekerasan.
"Saya kira, seperti point yang ingin sampaikan tadi bahwa terkait cyber security sebetulnya baru sedikit orang yang paham soal UU ITE. Maka tugas pemerintah dan aparat keamanan untuk memberikan penguatan kapasitas kepada masyarakat kita dan melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih akomodatif ketimbang mengedepankan cara-cara kekerasan," kata Ninik.
Diberitakan sebelumnya, guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang menyebutkan , “ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng” sering kita dengar dan baca.
Baca: Keluarga yang Tinggal di Sebuah Kebun di Solo Dapat Bantuan, Warga: Lokasi yang Ditempati Tak Layak
Namun, gara-gara tulisan itu, Ismail Ahmad, seorang warga Kepulauan Sula, Maluku Utara dibawa ke Polres Kepulauan Sula untuk dimintai keterangan.
Ia dimintai keterangan oleh polisi terkait unggahannya di Facebook.
Kepada Kompas.com, Ismail bercerita bahwa dia mengunggah guyonan itu pada Jumat (12/6/2020) pagi sekitar jam 11.00 WIT.
Dia tidak menyangka bahwa postingan itu akan berakhir di kantor polisi untuk dimintai klarifikasi.
"Hari Jumat itu saya buka Google, baca artikel guyonan Gus Dur. Di situ ada kata yang saya anggap menarik,” kata Ismail saat dihubungi Kompas.com, Kamis.
“Saya tidak berpikir kalau mereka tersinggung, soalnya saya lihat menarik saya posting saja. Saya juga tidak ada kepentingan apa-apa,” katanya lagi.
Setelah mengunggah guyonan itu, Ismail lantas ke masjid melaksanakan salat Jumat.
Begitu pulang, dia melihat WhatsApp dari Sekda yang meminta agar postingannya dihapus.
"Saya langsung hapus tanpa melihat lagi komentar-komentar,” ujarnya.
Baca: Ekspansi Bisnis, KSDI Lepas Sebagian Saham di Bursa Santara
Tidak lama, sejumlah polisi datang ke rumah Ismail, memanggilnya ke kantor untuk dimintai klarifikasi soal postingan tersebut.
"Sampai di kantor tanya alasan postingan itu dan saya cerita sesuai yang saya alami,” ujar Ismail.
Setelah dimintai keterangan, Ismail dipersilakan kembali ke rumah dan sempat wajib lapor selama dua hari.
Dia juga diminta menyampaikan permohonan maaf terkait dengan postingannya tadi.
“Setelah saya sampaikan permohonan maaf pada Selasa (16/6/2020), maka masalah itu sudah selesai dan sejak saat itu saya tidak lagi wajib lapor,” ucap Ismail.
Kabid Humas Polda Maluku Utara, AKBP Adip Rojikun menjelaskan bahwa masalah itu sudah diselesaikan oleh Polres Kepulauan Sula.
“Itu mengedukasi, tapi sudah selesai,” kata Adip singkat.