Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta berharap Indonesia tidak terpancing dengan ketegangan yang terjadi di Laut China Selatan.
Hal tersebut menyusul meningkatnya aktifitas militer China dan Amerika di wilayah yang berdekatan dengan Laut Natuna Utara tersebut.
Anggota Komisi I DPR RI tersebut berharap pemerintah memperkuat pertahanan dan tetap waspada agar wilayah Indonesia tidak menjadi bagian dari konflik tersebut.
Hal itu disampaikan Sukamta dalam diskusi Forum Monitor Seri 4 secara virtual pada Kamis (18/6/2020).
Baca: Politikus PKS Minta TNI Disiagakan Amankan Jalur Stategis Anstisipasi Konflik di Laut China Selatan
"Saya berharap Indonesia ini tetap waspada jangan sampai terpancing. Kita harus memperkuat pertahanan kita sendiri, tapi juga relax saja. Jangan sampai kita menjadi ikut emosional. Kita tetap waspada jangan sampai wilayah kita itu menjadi bagian dari konflik dan Indonesia tetap dengan bebas aktif itu kami berharap tidak terseret kedalam salah satu blok baik Amerika maupun China," kata Sukamta.
Ia juga berharap Indonesia tetap memegang prinsip politik bebas aktif dalam upaya menggalang perdamaian meski menurutnya belakangan ini Indonesia punya keterkaitan ekonomi yang lebih besar dengan China.
Baca: Soal Laut China Selatan, Prabowo Ajak Negara ASEAN Untuk Jaga Kawasan Agar Tidak Jadi Medan Perang
"Walaupun mungkin belakangan Indonesia punya interest lebih besar ke China untuk mencari investasi dari China. Tapi saya berharap untuk urusuan Laut China Selatan ini Indonesia harus betul-betul berdiri bebas aktif. Kita harus bebas untuk menggalang perdamaian. Aktif menggalang perdamaian tapi kita tidak masuk ke dalam aliansi itu. Karena kita tidak tahu ini nanti akan menjadi seperti apa," kata Sukamta.
Sukamta juga menekankan pentingnya Indonesia untuk tetap siaga dan menyiapkan diri agar tidak ada pihak-pihak terkait dengan sengketa di Laut China Selatan yang memanfaatkan Indonesia dan teritorialnya sehingga masuk ke dalam konflik tersebut.
Ia mencontohkan Indonesia bisa berupaya memperkuat pangkalan militer di Natuna yang lokasinya berdekatan dengan Laut China Selatan.
"Penguatan Natuna misalnya kita dulu zaman Pak Gatot (mantan Panglima TNI Jenderal TNI Purnawirawan Gatot Nurmantyo) kita membuat military base (pangkalan militer) di Natuna, saya kira itu perlu diperkuat untuk menunjukan tentara Indonesia di situ," kata Sukamta.
Masalah di Laut China Selatan Punya Potensi Konflik dengan Indonesia
Kepala Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) Laksamana Madya Bakamla Aan Kurnia menilai memanasnya konflik di Laut China Selatan memiliki potensi konflik dengan Indonesia.
Aan menjelaskan potensi konflik tersebut bukan dalam konteks wilayah teritorial melainkan wilayah yurisdiksi pengelolaan sumber daya alam.
"Permasalahan di Laut China Selatan memiliki potensi konflik dengan Indonesia, bukan dalam konteks batas wilayah teritorial tetapi dalam konteks wilayah yurisdiksi pengelolaan sumber daya alam," kata Aan ketika dikonfirmasi, Rabu (10/6/2020).
Baca: Jika China dan AS Perang di Laut China Selatan, Apa Dampaknya bagi Indonesia?
Aan mengatakan eskalasi ketegangan di Laut China Selatan belakangan ini dipicu sikap asertif China dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang cenderung provokatif di sana.
Kegiatan yang dimaksud Aan antara lain Blue Sea Campaign 2020, pelarangan penangkapan ikan di Paracel, serta penetapan dua distrik dan penamaan 80 gugusan pulau karang dan fitur lainnya di Laut China Selatan.
"Ini dipicu dengan sikap asertif China dalam bentuk implementasi kegiatan-kegiatan yang cenderung provokatif di Laut China Selatan yakni Blue Sea Campaign 2020, pelarangan penangkapan ikan di Paracel, penetapan dua distrik dan penamaan 80 gugusan pulau karang dan fitur lainnya di Laut China Selatan," kata Aan.
Baca: Mantan Kepala BAIS Ungkap Dampak Bagi Indonesia Jika Amerika dan China Tempur di Laut China Selatan
Menurut Aan Kondisi tersebut menambah rumit permasalahan batas di Laut Natuna Utara yang masih belum selesai dengan Vietnam.
Aan mengatakan Indonesia dan Vietnam saat ini sedang menyelesaikan persoalan overlapping claim ZEE di Laut Natuna Utara.
Dalam kondisi ini, menurut Aan, seharusnya Indonesia dan Vietnam menahan diri dengan tidak melakukan kegiatan apapun.
Akan tetapi pada kenyataannya, kata Aan, saat ini kapal pemerintah Vietnam yaitu kapal pengawas perikanan dan kapal coast guardnya selalu hadir bersama dengan kapal ikan Vietnam di wilayah tersebut.
Baca: RRC Kerahkan Kapal Induk Terbaru, Amerika Kirim 7 Kapal Selam, Laut China Selatan Memanas
Menurut Aan kemampuan untuk hadir setiap saat tersebut belum mampu diimbangi oleh aparat penegak hukum Indonesia baik oleh TNI AL, KKP dan Bakamla yang memiliki kewenangan berdasarkan wilayah yurisdiksi nasional di ZEEI.
Ia menilai hal tersebut berdampak pada turunnya daya gentar (deterrence effect) penegakan hukum di Laut Natuna Utara sehingga berpotensi meningkatkan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) oleh kapal-kapal ikan asing vietnam dan bahkan kapal ikan China.
"Sumber daya perikanan di Laut Natuna Utara berpotensi besar untuk tidak dinikmati oleh Indonesia, selain karena IUUF juga karena tidak dapat hadirnya kapal ikan Indonesia sendiri di wilayah tersebut," kata Aan.
Menurut Aan hal itu disebabkan di antaranya karena kapal ikan Indonesia yang berasal dari Natuna tidak memiliki kapasitas yang mumpuni atau optimal untuk melakukan eksploitasi perikanan di LNU.
Aan mengatakan rata-rata kapal ikan lokal dari Natuna berukuran kecil sekira 5 sampai 10 GT dan menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat nelayan setempat.
"Perlu strategi dan insentif untuk mendorong eksploitasi dan kehadiran kapal ikan indonesia di laut natuna. Dan perlu strategi serta tatakelola atau kolaborasi untuk mendorong peningkatan kehadiran simbol dua negara berupa aparat penegak hukum di laut Natuna Utara," kata Aan.
Karenanya sebagai sebuah negara non-blok, maka pendekatan hubungan internasional Indonesia dengan negara-negara dunia lainnya adalah berdasarkan prinsip kemerdekaan dan kesetaraan sehingga pendekatannya selalu mengutamakan konsensus bersama.
Demikian juga dalam konteks keamanan maritim yang luas, Indonesia terus mendorong kesepakatan bersama dan kesepahaman dalam cara pandang terhadap domain keamanan maritim.
Selain itu Indonesia senantiasa mendorong langkah dan upaya untuk turut menciptakan keamanan maritim yang kondusif sehingga dapat mendukung aktivitas perekonomian nasional, regional dan bahkan global.
Aan mengatakan Indonesia juga mengambil peran sentral dengan mendorong agar Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) ditetapkan sebagai kejahatan transnational mengingat dampak luas yang ditimbulkan.
Demikian juga dalam konteks regional khususnya permasalahan di Laut China Selatan, Indonesia menjadi salah satu pelopor declaration of conduct dan secara tegas mendukung keputusan Permanent Court of Arbitration sebagaimana ditegaskan kembali oleh permanent mission Indonesia untuk PBB dalam surat yang disampaikan pada tanggal 26 Mei 2020.
"Sikap Indonesia ini menunjukkan keseriusan Indonesia terhadap meningkatnya eskalasi di laut China Selatan belakangan ini," kata Aan.