Namun, pelebaran defisit APBN tahun ini terjadi karena pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19.
Salah satu peruntukannya yaitu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 695,2 triliun.
Menurut Hardjuno, peningkatan defisit ini disebabkan Menteri Keuangan (Menkeu) tidak menghitung alokasi anggaran untuk pemulihan ekonomi atau untuk covid secara akurat.
Baca: Mendagri Minta Bawaslu Jadi Wasit yang Objektif dan Netral di Pilkada Serentak 2020
Akibat, tahun ini, alokasi anggaran dan program menumpuk pada APBN 2020 ini.
Yang lebih mengherankan lagi lanjut Hardjuno, ada program pemerintah yang justru tidak berkaitan dengan covid-19 atau pemulihan ekonomi namun diikutsertakan dalam program pemulihan ekonomi.
Misalnya, dana talangan buat BUMN seperti Garuda dan BUMN lainnya.
Padahal sebetulnya, kata dia, keuangan BUMN sudah jelek sebelum covid -19 tetapi dimasukkan ke dalam APBN covid-19.
“Makanya, jangan heran kalau defisit APBN membengkak. Dan saya kira, Menkeu Sri Mulyani harus tanggung jawab sebagai bendahara negara,” tuturnya.