TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam beberapa waktu terakhir, Indonesia dihadapkan dengan sejumlah kasus kebocoran data pribadi di dunia maya.
Sebut saja kasus yang menimpa situs e-commerce Bukalapak pada 2019 lalu, di mana 13 juta data pengguna beredar di internet.
Kemudian bocornya data 91 juta pengguna Tokopedia pada Mei 2020, dan yang terbaru adalah data pasien Covid-19 yang konon berhasil dicuri peretas.
Menyikapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR Taufiq R Abdullah mengatakan, kerahasiaan data pribadi merupakan sesuatu yang mutlak, terutama data yang memungkinkan untuk diperjualbelikan.
Seperti data soal tanggal lahir dan nama ibu kandung yang biasanya dijadikan sebagai kunci untuk membuka data di perbankan.
"Memang selama ini sudah terlanjur bahwa data masyarakat di-share ke pihak lain, beberapa lembaga bisnis. Karena itu, menjadi tugas negara untuk mengidentifikasi lembaga-lembaga yang selama ini memiliki data-data pribadi warga negara itu, agar tidak diperjualbelikan atau digunakan tidak semestinya. Dalam hal ini diperlukan kerja sama antar beberapa lembaga negara misalnya Bank Indonesia, Kominfo, BIN, BSSN, dan Polri," kata Taufiq kepada wartawan, Rabu (24/6/2020).
Dikatakan Taufiq, lembaga-lembaga yang menyimpan data pribadi masyarakat harus melaporkan kepada negara sehingga nanti manajemen data ini benar-benar bisa diatur sebaik mungkin.
“Dengan begitu nanti akan ketahuan bahwa ketika ada orang atau lembaga yang mengkomersilkan data itu akan dengan gampang kita tangani,” paparnya.
Politikus PKB ini mengatakan, dengan melihat berbagai kasus kebocoran data pribadi belakangan ini maka keberadaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dinilai mendesak.
”Perintah atas perlindungan data ini belum ada payung hukumnya. Belum jelas mandatnya diberikan kepada siapa, dengan pola seperti apa, tata aturannya seperti apa. Ini yang memang harus diatur melalui undang-undang,” tuturnya.
Taufiq mengatakan, UU ini nantinya bisa menjadi pelindung terhadap banyak hal. Mulai dari perlindungan aset, kekayaan, bahkan nyawa masyarakat.
“Dampaknya jauh banget karena semua transaksi melalui data, dan yang bisa membuka proses transaksi itu kan data,” paparnya.
Karena itu, Taufiq berharap DPR periode 2019-2024 bisa menyelesaikan pembahasan RUU PDP sehingga ke depan masyarakat bisa terlindungi karena ada jaminan dan kepastian hukum serta keamanan.
”Dengan demikian maka semua orang yang berbisnis lalu membutuhkan data itu, menjadi jelas alamat mintanya kepada siapa. Empat lembaga ini, Kominfo, BIN, BSSN, dan Kepolisian, bisa melakukan kolaborasi untuk mengkaji ulang, mengidentifikasi lembaga atau badan yang selama ini sudah melakukan registrasi data-data pribadi,” katanya.
Komisi I telah mengagendakan untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan berbagai stakeholders, termasuk dengan melibatkan para pakar untuk memberikan masukan dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
“RUU ini inisiatif pemerintah dan kita akan menggelar RDP dan RDPU dengan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil, OJK, BI, pakar termasuk Dewan Pers, NGO, YLKI, dan lainnya untuk membahas ini,” katanya.
Menurut Taufiq, Fraksi PKB akan bekerja keras untuk meyusun DIM sebaik mungkin sehingga UU ini nantinya berusia panjang.
“Penyusunan UU itu kita harus berfikir lifetime-nya. Kalau ingin UU itu panjang maka kita harus multiprespektif, harus komprehensif. Berbagai sisi kita perhitungkan,” tuturnya.
Kewenangan BSSN
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Plate, mengatakan bahwa urusan keamanan siber, termasuk keamanan data digital, sejatinya adalah kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara ( BSSN).
Ia memberi contoh dugaan kasus kebocoran data pasien Covid-19 yang baru saja muncul ke permukaan. Johnny mengatakan, keamanan data-data tersebut juga merupakan kewenangan BSSN.
"Kewenangan keamanan data dan cleansing terakhir ada di BSSN, seluruhnya di BSSN sebagai pintu terakhir," ungkap Johnny dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (22/6/2020) dikutip dari Kompas.com.
Johnny pun mengatakan bahwa fungsi pokok Kominfo berbeda dengan BSSN. Lingkup kewenangan Kementerian Kominfo adalah penerapan regulasi dan infrastruktur penunjang.
Kendati demikian, Johnny memastikan bahwa Kementerian Kominfo akan selalu berkoordinasi dengan BSSN untuk monitoring pengelolaan data publik.
Sebab, BSSN sendiri adalah hasil peleburan Lembaga Sandi Negara (Lemasneg) dan Direktur Keamanan Siber di Kementerian Kominfo.
"Dari sisi interoperabilitas data, dilakukan di Kominfo. Semuanya aman. Tetapi keamanan data, security data dari sisi siber, ada di BSSN, tentu itu menjadi domain BSSN," pungkas Johnny.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com