News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pro Kontra RUU HIP

Pimpinan DPR Janji Usut Pengusul Pasal Trisila dan Ekasila Dalam RUU HIP

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pimpinan DPR RI yang terdiri dari Aziz Syamsuddin (Golkar) , Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra) dan Rahmat Gobel (Nasdem) menerima perwakilan Demonstrasi Aliansi Nasional Anti Komunisme di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2020).

Margarito Kamis beralasan RUU HIP ini membuka ruang hidupnya ideologi lain karena tidak dimasukannya TAP MPRS XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.

Baca: Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan Sejak 29 Mei 2020 Minta RUU HIP Dibatalkan

Menurutnya, TAP MPRS XXV/1966 merupakan hal fundamental sebagai pijakan dari RUU HIP ini.

"Jadi jangan-jangan RUU HIP ini adalah cara menyediakan pintu masuk kecil untuk mereduksi Pancasila," ujarnya.

Namun, ia juga menyoroti dominasi perbincangan TAP pelarangan PKI dan ajaran Komunisme itu.

Menurutnya, hal itu menenggelamkan semua kalangan ke dalam, seolah-olah TAP itu adalah satu-satunya TAP, yang relevan untuk diperbicangkan. Ketetapan

Padahal, kata Margarito, ada ketetapan lain yang berhubungan dengan RUU HIP, namun banyak dilupakan orang.

Baca: Mahfud MD Beberkan 2 Masalah Utama pada RUU HIP

Yaitu TAP MPRS Nomor XXVI/MPRS/1966 Tentang Pembentukan Panitia Peneliti Ajaran-Ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.

Ketetapan ini ditetapkan pada tanggal 5 Juli 1966. Tanggal yang sama dengan ketetapan MPR Nomor XXV itu.

Hasil kerja Panitia, menurut pasal 3 TAP ini harus menyampaikan laporannya ke Badan Pekerja MPRS untuk mendapatkan persetujuan, sambil menunggu pengesahan oleh MPRS atau MPR hasil pemilihan umum yang akan datang

Namun, Margarito tidak mendapat informasi apakah ada laporan kepada MPR yang bersidang pada tahun 1973.

Baca: Polemik RUU HIP, SBY: Saya Simpan Pendapat Saya agar Politik Tak Semakin Panas

"Apakah benar-benar dilakukan penelitian, dilaporkan ke BP MPRS, juga tidak jelas. Tidak dapat berspekulasi, tetapi kenyataan terferifikasi menunjukan pada Sidang Umum MPR tahun 1973, juga tak dikeluarkan ketetapan tentang pengesahan laporan itu," ucapnya.

Atas kenyataan itu, Margarito berpendapat ada dua masalah.

Pertama, apa dan bagaimana ajaran Bung Karno. Mana yang dinyatakan dikoreksi atau yang tidak dikoreksi.

Sebagai konsekuensi tidak ada laporan itu, maka tidak seorang pun yang dapat secara otoritatif menyatakan ajaran Bung Karno bagian ini atau itu sebagai ajaran, setidak-tidaknya tidak bisa dikembangkan.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini