Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - 3 Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, dan Rachmat Gobel menemui perwakilan massa yang melakukan aksi demonstrasi menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Perwakilan massa itu diantaranya Ketua GNPF-Ulama Yusuf Martak, Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif, dan Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis serta sembilan perwakilan ormas lainnya.
Pertemuan tersebut digelar sekira 20 menit dan berlangsung secara tertutup di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Baca: Pimpinan DPR Temui Perwakilan Massa yang Menolak RUU HIP
Ditemui usai pertemuan, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menyatakan DPR berkomitmen untuk menghentikan pembahasan RUU HIP melalui mekanisme persidangan yang ada di DPR.
Namun, saat ini DPR sedang menunggu surat resmi pemerintah yang telah bersikap menunda pembahasan RUU HIP.
"Kita telah menerima dari Aliansi Nasional Anti Komunis. Tadi sudah berdiskusi panjang lebar masukan-masukan dari para tuan guru dan tokoh masyarakat kami tampung dan kami berkomitmen akan melakukan penyetopan ini tentu melalui mekanisme. Mekanisme itu akan kita lalui secara tata tertib dan mekanisme yg ada di Undang-undang dalam DPR," kata Azis Syamsuddin.
Baca: Ada Aksi Tolak RUU HIP Depan Gedung DPR, Lalu Lintas Kendaraan Dialihkan ke Jalur Busway
Dalam pertemuan tersebut juga DPR menerima masukan terkait pasal-pasal kontroversial dalam RUU HIP.
Karena itu, Azis Syamsuddin memastikan DPR akan menyerap aspirasi penolakan RUU HIP dan akan dibawa dalam Bamus dan rapat paripurna DPR
"Mudah-mudahan ini masukan masukan yang berkaitan pasal-pasal kontroversial tadi disampaikan oleh teman-temab, kawan, guru dan tokoh masyarakat berkaitan dengan pasal 5 ayat 1, dan pasal 7 kita akan menjadi suatu catatan yang underline dan berkomitmen insyaAllah ini akan kita setop," ucapnya.
Baca: PA 212 dan FPI Gelar Aksi di Gedung DPR Siang Ini Protes RUU HIP
"Posisinya sekarang lagi di pemerintah tentu pada saat pemerintah mengambil sikap yang telah disampaikan oleh Pak Mahfud MD Menkopolhukam kan telah menyatakan itu di setop. Nanti surat itu akan menjadi mekanisme pembahasan di DPR sesuai tatib nanti kita akan melalui mekanisme rapat pimpinan kemudian Bamus bawa ke paripurna untuk melakukan komitmen untuk melakukan penyetopan ini," tambahnya.
Sementara itu, dalam kesempatan itu Ketua GNPF Yusuf Martak menyatakan tuntutan aksi tidak hanya meminta penundaan tapi juga menghentikan pembahasan RUU HIP.
Ia memastikan bahwa publik terutama massa yang tergabung dalam Aliansi Anti Komunis akan mengawal perkembangan RUU HIP.
"Bukan hanya sekadar menunda dan alhamdulillah pada akhir pembicaraan para wakil DPR menyatakan akan berjanji akan menghentikan pembahasan itu walaupun dengan mekanisme yang ada," kata Yusuf.
"Karena sekarang ada di pemerintah, nah lucunya beberapa hari lalu pemerintah menyatakan ada di DPR nanti kalau sudah masuk ke pemerintah nanti pemerintah akan menunda, jadi masih mau main kucing-kucingan. Jadi insyaAllah kami melek, kami sudah tahu semua dan kami sudah tahu siapa-siapa inisiatornya, InsyaAllah kami tidak akan menghentikan dan kami akan mengawal terus," ujarnya.
Kata Pakar Hukum Tata Negara
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengkritik DPR yang mengusulkan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Margarito Kamis menilai adanya RUU HIP adalah cara untuk mereduksi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Jangan-jangan ini cara mereduksi Pancasila, sekali lagi ini kan diletakkan dengan undang-undang yang menjadi objek mulia," kata Margarito Kamis dalam webinar bertema 'RUU HIP, Dalam Perspektif UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945', Rabu (17/6/2020).
Margarito Kamis beralasan RUU HIP ini membuka ruang hidupnya ideologi lain karena tidak dimasukannya TAP MPRS XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Baca: Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan Sejak 29 Mei 2020 Minta RUU HIP Dibatalkan
Menurutnya, TAP MPRS XXV/1966 merupakan hal fundamental sebagai pijakan dari RUU HIP ini.
"Jadi jangan-jangan RUU HIP ini adalah cara menyediakan pintu masuk kecil untuk mereduksi Pancasila," ujarnya.
Namun, ia juga menyoroti dominasi perbincangan TAP pelarangan PKI dan ajaran Komunisme itu.
Menurutnya, hal itu menenggelamkan semua kalangan ke dalam, seolah-olah TAP itu adalah satu-satunya TAP, yang relevan untuk diperbicangkan. Ketetapan
Padahal, kata Margarito, ada ketetapan lain yang berhubungan dengan RUU HIP, namun banyak dilupakan orang.
Baca: Mahfud MD Beberkan 2 Masalah Utama pada RUU HIP
Yaitu TAP MPRS Nomor XXVI/MPRS/1966 Tentang Pembentukan Panitia Peneliti Ajaran-Ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Ketetapan ini ditetapkan pada tanggal 5 Juli 1966. Tanggal yang sama dengan ketetapan MPR Nomor XXV itu.
Hasil kerja Panitia, menurut pasal 3 TAP ini harus menyampaikan laporannya ke Badan Pekerja MPRS untuk mendapatkan persetujuan, sambil menunggu pengesahan oleh MPRS atau MPR hasil pemilihan umum yang akan datang
Namun, Margarito tidak mendapat informasi apakah ada laporan kepada MPR yang bersidang pada tahun 1973.
Baca: Polemik RUU HIP, SBY: Saya Simpan Pendapat Saya agar Politik Tak Semakin Panas
"Apakah benar-benar dilakukan penelitian, dilaporkan ke BP MPRS, juga tidak jelas. Tidak dapat berspekulasi, tetapi kenyataan terferifikasi menunjukan pada Sidang Umum MPR tahun 1973, juga tak dikeluarkan ketetapan tentang pengesahan laporan itu," ucapnya.
Atas kenyataan itu, Margarito berpendapat ada dua masalah.
Pertama, apa dan bagaimana ajaran Bung Karno. Mana yang dinyatakan dikoreksi atau yang tidak dikoreksi.
Sebagai konsekuensi tidak ada laporan itu, maka tidak seorang pun yang dapat secara otoritatif menyatakan ajaran Bung Karno bagian ini atau itu sebagai ajaran, setidak-tidaknya tidak bisa dikembangkan.
Kedua, kata Maragarito, tidak adanya ajaran Bung Karno Pimpinan Besar Revolusi yang dikoreksi secara hukum, dan dinyatakan secara hukum.
Misalnya, tidak bisa dikembangkan, maka konsekuensi hukumnya tidak ada ajaran Bung Karno yang terlarang untuk dikembangkan. Konsekuensi ini menghasilkan kabut hitam tebal untuk dua hal.
"Bagaimana memastikan secara spesifik ajaran bung Karno? Bagaimana memastikan secara spesifik cara mengembangkannya? Ini adalah dua kabut tebalnya. Pada titik ini, beralasan untuk menempatkan RUU HIP sebagai cara mengembangkan ajaran Bung Karno. Cara yang kehebatannya terlegitimasi secara rapuh dengan hukum," katanya.