Pemenuhan hak psikososial, kata Livia, merupakan amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Melalui rehabilitasi psikososial, LPSK berupaya meningkatkan kualitas hidup saksi dan korban, misalnya dengan bantuan untuk memperoleh pekerjaan, atau bantuan pendidikan bagi saksi dan korban yang membutuhkan.
Bantuan rehabilitasi psikososial sendiri merupakan semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis, serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual korban sehingga dianggap mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar.
Namun, lanjut Livia, pemenuhan rehabilitasi psikososial hanya mungkin terjadi jika ada kerjasama antara LPSK dengan Kementerian atau Lembaga terkait.
Untuk itu, diperlukan dukungan banyak pihak agar hak psikososial para korban bisa terpenuhi.
Baca: Gadis SMK yang Dibawa Kabur Pria Beristri Sudah Pulang, Tapi Kini Kondisinya Hamil
Dalam mewujudkan pemenuhan hak rehabilitasi psikososial, pada semester I tahun 2020, LPSK telah melakukan sinergi dengan beberapa kementerian/lembaga pemerintah seperti Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian PUPR, BNPT dan beberapa kementerian untuk mengakses program bantuan yang ada dalam instansi tersebut.
Hasilnya, selain program bantuan pendidikan untuk 42 korban anak dari Kementerian BUMN, LPSK juga telah memfasilitasi pemberian bantuan paket sembako dari Kementerian Sosial untuk 75 orang korban pelanggaran HAM berat dan terorisme yang didistribusikan menjelang hari raya idul Fitri silam.