*KPK Juga Siap Tetapkan Tersangka Baru Lagi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Mantan pebulutangkis Taufik Hidayat kini tersudut, setelah pihak eks Menpora Imam Nahrawi menuntut agar eks juara dunia tersebut diperiksa oleh KPK.
Usai divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim pengadilan tipikor, Jakarta, mantan Menpora Imam Nahrawi meminta KPK segera memeriksa mantan atlet bulutangkis nasional Taufik Hidayat.
Penasihat Hukum Imam Nahrawi, Wa Ode Nur Zainab mendorong KPK untuk menindaklanjuti pemeriksaan kepada pihak Taufik Hidayat.
Baca: KPK Buka Peluang Jerat Pihak Lain Usai Imam Nahrawi Divonis 7 Tahun Penjara
Menurutnya, berdasarkan fakta persidangan, Taufik Hidayat mengaku Imam Nahrawi tidak pernah memerintahkan orang lain atau asisten pribadinya, Miftahul Ulum, untuk mengambil uang dari dirinya.
"Sementara orang terhormat ini (Taufik Hidayat) menyampaikan di persidangan, Pak Imam tidak pernah memerintahkan untuk mengambil uang, 'Miftahul Ulum juga tidak pernah minta uang kepada saya'. Artinya, itu clear tidak pernah ada permintaan uang kepada beliau," kata Wa Ode di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa(30/6/2020).
Baca: Respons KPK Sikapi Nota Pembelaan Imam Nahrawi Seret Nama Taufik Hidayat
Tim penasihat hukum kata Wa Ode juga mempertimbangkan mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan majelis hakim.
Upaya mengajukan banding itu setelah tim penasihat hukum berkonsultasi dengan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), setelah sidang pembacaan putusan itu berlangsung.
"Semangatnya ke sana. Tetapi, ini masih berproses selama 7 hari. Kemungkinan-kemungkinan akan ke sana karena beliau sampaikan pokoknya kami terus berjuang," kata Wa Ode Nur Zainab.
Tim penasihat hukum kata dia juga merasa kecewa terhadap putusan tersebut.
"Jadi saya bisa memahami kekecewaan beliau. Beliau nih orang santri, keluarga santri tentu nama baik keluarga tercoreng. Jadi itu beliau merasa sedih nama baik keluarga sebagai keluarga santritercoreng," ujarnya.
Baca: Terbukti Bersalah Kasus Suap Dana Hibah KONI, Imam Nahrawi Divonis 7 Tahun Penjara
Dia menilai tidak ada alat bukti yang dijadikan sebagai dasar majelis hakim memutus perkara.
Dia mengklaim majelis hakim memutus perkara hanya berdasarkan petunjuk yang didapat di persidangan.
"Sementara fakta yang ada di persidangan tidak ada saksi yang menyatakan Pak Imam
menerima uang atau melakukan komunikasi-komunikasi terkait proposal KONI.