Dan semalam saya mencatat beberapa kali majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya tidak adanya pemberian kepada Imam Nahrawi," ujarnya.
Seharusnya, dia menambahkan, alat bukti petunjuk itu diperoleh dari alat-alat bukti yang diatur di Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Jadi tidak mungkin kemudian orang dihukum karena petunjuk. Bukti petunjuk itu rangkain dari alat bukti, ada saksi, ada surat, ada ahli. Nah dalam persidangan Imam Nahrawi, tidak ada alat bukti baik itu," tambahnya.
Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk menetapkan pihak- pihak lain sebagai tersangka dalam kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional (KONI).
Diketahui dalam kasus ini sejumlah terdakwa sudah divonis oleh hakim.
Paling anyar, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dinyatakan bersalah dalam kasus ini. Imam divonis 7 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Apabila setelahnya ditemukan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup adanya
dugaan keterlibatan pihak-pihak lain tentu KPK akan ambil sikap dengan menetapkan pihak-pihak lain tersebut sebagai tersangka," kata Plt Juru Bicara Ali Fikri.
Untuk itu, KPK bakal mempelajari putusan lengkap Imam Nahrawi. KPK, lanjut Ali, juga akan mempelajari fakta-fakta persidangan, keterangan saksi hingga pertimbangan majelis hakim.
"KPK nanti akan pelajari putusan lengkapnya lebih dahulu, baik itu fakta-fakta sidang keterangan para saksi yang termuat dalam putusan maupun pertimbangan-pertimbangan majelis hakim," kata Ali.
Lebih lanjut, KPK menghormati putusan majelis hakim. Dia pun mempersilakan Imam untuk mengajukan upaya hukum lanjutan bilamana tidak meneriman putusan tersebut.
"Kita harus hormati putusan majelis hakim. Jika terdakwa tidak menerima putusan tentu silahkan melakukan upaya hukum banding," katanya.(Tribun Network/gle/ham/wly)