News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik RUU PKS Ditarik dari Prolegnas 2020, Komnas Perempuan hingga Wakil Ketua DPR Angkat Bicara

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: bunga pradipta p
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gerakan Masyarakat Sipil (GEMAS) berdemonstrasi menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019). GEMAS mendesak pihak DPR khususnya Panja RUU PKS Komisi VIII agar segera membahas RUU P-S. Di dalamnya sendiri terdapat poin yang harus disahkan, yaitu menyepakati judul dan sistematika dari RUU PKS sendiri.

TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) kembali menuai polemik.

Pasalnya, Komisi VIII DPR mengusulkan agar RUU PKS dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS saat ini sulit untuk dilakukan.

"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, karena pembahasannya agak sulit," kata Marwan, seperti dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. (Tribunnews.com/Chaerul Umam)

Marwan menjamin, RUU PKS akan didaftarkan kembali sebagai Prolegnas Prioritas 2021.

Terkait dengan ditariknya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020, beberapa tokoh pun turut memberikan tanggapannya.

Komnas Perempuan

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meyayangkan sikap DPR yang menggeser RUU PKS dari daftar Prolegnas 2020 ke 2021.

Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin mengatakan, langkah tersebut menandakan bahwa DPR tidak memberikan perhatian pada kasus kekerasan seksual beserta korbannya.

Baca: RUU PKS Ditarik karena Pembahasannya Sulit, DPR Dinilai Tak Punya Komitmen Politik Kuat untuk Korban

Apalagi, penundaan pembahasan RUU ini tidak hanya terjadi sekali, tapi berulang kali dalam beberapa tahun terakhir.

"Kalau itu ditunda lagi artinya tidak ada perhatian sama sekali terhadap korban dan juga kasus tersebut," ujar Mariana, seperti dikutip dari Kompas.com.

Peneliti ICJR

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Genoveva Alicia meminta DPR dan pemerintah untuk memprioritaskan RUU PKS.

Sebab, RUU PKS memiliki semangat melindungi korban kekerasan seksual, yang selama ini sulit memperoleh perlindungan dari aspek penanganan kasus dan pemulihan.

Baca: RUU PKS Ditarik karena Sulit, Sujiwo Tejo: Bagaimana Kalau Siswa Kembalikan Soal Ujian karena Sulit?

"Berbagai kasus kekerasan seksual terus terjadi tanpa adanya intervensi yang berarti dari negara."

"Sebagai pihak yang memiliki kewajiban untuk memenuhi hak korban atas perlindungan dan juga pemulihan," kata Alicia dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip dari Kompas,com.

Alicia menjelaskan, ada tiga hal yang membuat RUU PKS layak diprioritaskan.

Pertama, akses pendampingan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual masih sangat minim.

Kedua, pengabaian proses pemulihan korban kekerasan seksual, terkait pembiayaan korban kekerasan seksual dalam jaminan kesehatan.

Ketiga, mekanisme perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual belum diatur secara komprehensif.

Baca: Soal Wacana RUU PKS Ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020, Aktivis: Bentuk Pengabaian Wakil Rakyat

Wakil Ketua DPR

Dilansir Kompas.com, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai, keputusan Komisi VIII menarik RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020, memiliki alasan yan masuk akal.

Sebab, menurut Dasco, RUU PKS telah menimbulkan polemik di masyarakat.

"Apa yang diusulkan (Komisi VIII) juga rasional, karena RUU ini menuai polemik di masyarakat."

"Kemudian di kaum perempuan juga, ini kan sudah sangat panjang polemik ini," terang Dasco.

Dasco mengatakan, penarikan itu berdasarkan pada mekanisme perundang-undangan yang berlaku.

Baca: Perjalanan RUU PKS Menunggu Kepastian RUU KUHP

RUU PKS nantinya dapat kembali dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2021.

"Apabila hal ini disepakati, maka tentunya Baleg melalui mekanisme pencabutan RUU."

"Kemudian seperti beberapa RUU lain nanti akan dikeluarkan (dan masuk) dalam Prolegnas Prioritas 2021," ungkap Dasco.

NasDem

Mengutip dari Kompas.com, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem di Badan Legislasi, Taufik Basari mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk tetap memperjuangkan RUU PKS disahkan menjadi Undang-undang.

Taufik mengatakan, data kekerasan seksual setiap tahunnya meningkat, menunjukkan kekerasan seksual di Indonesia berbahaya.

Sementara belum ada payung hukum secara khusus mengatur tentang kekerasan seksual.

Baca: Komisi VIII Ingin RUU PKS Hanya Atur Pencegahan Kekerasan Seksual dan Rehabilitasi Korban

"Kejahatan ini harus dihentikan, korban kekerasan seksual mesti mendapat perlindungan dan masyarakat mesti disadarkan pentingnya bersama-bersama mencegah kekerasan seksual terjadi di sekitar kita," ungkapnya.

Taufik mengungkapkan, bahwa pembahasan RUU PKS sebagai wujud dukungan bagi para korban kekerasan seksual.

Ia menambahkan, Fraksi Nasdem akan melobi fraksi-fraksi lain termasuk yang bersikap menolak keberadaan RUU ini.

Baca: RUU PKS Ditarik dengan Alasan Sulit Dibahas, Ernest Prakasa: Kalau Mau Gampang Jangan jadi DPR, Pak!

"Kami akan coba mengajak teman-teman lain untuk melihat kebutuhan adanya RUU ini adalah untuk kepentingan bersama, dengan alasan kemanusiaan dan semangat melawan kejahatan serta melindungi korban," ungkapnya.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Fitria Chusna Farisa/Tsarina Maharani/Haryanti Puspa Sari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini