TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat sejak 1 Januari 2020, ada 3.279 laporan kekerasan dan eksploitasi anak diseluruh unit pelaporan di Indonesia baik yang terjadi pada anak perempuan dan laki-laki.
Sesmen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan secara umum menurut survei KPPPA, kekerasan dan eksploitasi rentan terjadi pada anak-anak usia 13 - 17 tahun.
“Di usia tersebut menunjukkan bahwa terdapat prevalensi yang cukup tinggi,” Pribudiarta dalam webinar ‘Hari Anak Nasional’ yang diselenggarakan KPPPA secara daring, Jumat (3/7/2020).
Secara offline saja, KPPPA mencatat dua dari tiga orang anak-anak Indonesia mengalami kekerasan seksual, kekerasan fisik, maupun kekerasan emosional.
Baca: Viral Video Bullying dan Pelecehan Anak SMA Sampai Trending di Twitter, KPPPA Angkat Suara
Pribudiarta menyebut kekerasan emosional biasanya berupa dihina, direndahkan, tidak diharapkan lahir, tidak disayang, mengalami perundungan.
Adapun prevalensi kekerasan emosional yaitu 3 dari 5 anak perempuan dan 1 dari 2 anak laki-laki yang mengalami kekerasan emosional.
“Jadi kekerasan emosional, lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Kalau punya anak laki-laki harus waspada karena kekerasan emosional pada anak laki-laki ada 1 dari 2, sementara anak perempuan 3 dari 5,” ungkapnya.
KPPPA mengungkapkan prevalensi korban yang mengalami kekerasan fisik data menunjukkan 1 dari 5 anak perempuan dan 1 dari 3 anak laki-laki.
Adapun kekerasan yang dikategorikan kekerasan fisik kepada anak seperti ditendang, dipukul, dicekik, dibekam an diancam atau di serang dengan senjata.
“Jadi lebih banyak dialami oleh anak laki-laki,” ungkapnya.
Sementara kekerasan seksual yang berupa non kontak untuk anak perempuan satu dari 11 anak perempuan sementara anak laki-laki satu dari 17 anak laki-laki.
Kekerasaan non-kontak dapat berupa kekerasan dipaksa untuk melihat video-video porno, untuk melihat kegiatan kegiatan seksual, disentuh untuk diajak berhubungan seksual dan sentuhan yang tidak diinginkan lainnya atau dipaksa untuk berhubungan seks di bawah tekanan.
“Jadi harus menjadi perhatian dari kita sekalian bawa anak laki-laki anak perempuan sama saja mereka punya potensi untuk menjadi korban dari kekerasan seksual,” ujarnya.