Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peran perempuan sebagai pencipta perdamaian tak bisa diabaikan. Tidak hanya di masa konflik, tapi juga di seluruh spektrum perdamaian dunia.
Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring di Istana Presiden, Kamis (2/7/2020).
"Masalah pemberdayaan perempuan merupakan elemen penting dalam kebijakan luar negeri Indonesia," ujar Menlu.
Baca: Masih Mediasi, Pihak Jefri Nichol Sebut Ada Titik Terang Perdamaian dengan Falcon Pictures
Menlu menyampaikan ia belum lama menjadi pembicara di seminar virtual bertajuk “The Role of Women Negotiatiors and Mediators in the Maintenance of Regional Peace and Security” pada tanggal 1-2 Juli 2020.
Seminar tersebut dihadiri sekitar 850 peserta dari Indonesia dan luar negeri.
Baca: Menteri Retno Angkat Masalah Pengungsi Rohingya dalam Pertemuan Menlu ASEAN - Australia
Seminar yang diselanggarakan Indonesia ini merupakan perwujudan dari upaya Indonesia untuk terus menyuarakan peran dan kontribusi perempuan sebagai agen perdamaian di tataran global.
Menlu Retno menyatakan bahwa kemungkinan keberlangsungan perdamaian yang bertahan hingga 15 tahun akan meningkat sebesar 35% jika terdapat partisipasi perempuan dalam proses tersebut.
Dalam kesempatan itu, Retno mengemukakan tiga poin utama.
Pertama, terdapat kebutuhan mendasar untuk mengubah cara pandang dan mindset masyarakat terhadap keterlibatan perempuan.
Kedua, Menlu menyampaikan pentingnya untuk meningkatkan kapasitas yang menfasilitasi peranan perempuan dalam membangun dan menjaga perdamaian.
Ketiga, perlu dibangunnya jaringan yang dapat menjadi wadah untuk bertukar pikiran dan pengalaman. Di kesempatan yang sama, Menlu juga menghimbau kepada kaum perempuan untuk bersama-sama memperjuangkan perubahan.
"Di tingkat global, Indonesia sangat aktif dalam masalah ini, antara lain melalui PBB, Jaringan Menteri Luar Negeri Perempuan, dan Global Alliance of Regional Women mediator Network," ungkapnya.
Seminar dilanjutkan dengan tiga sesi, yang mengusung tema “New and Emerging Women, Peace and Security Issues in Southeast Asia and the Role of Women Mediators and Negotiators", “The Role of Women as Negotiators and Mediators at the Peace Table", dan “Regional Women Mediator Networks - Best Practices from other Regions in Enhancing Women's Meaningful Participation and Influence in Peace Processes".
Sesi pertama membahas mengenai peranan perempuan dalam isu perdamaian dan keamanan di Asia Tenggara, upaya nasional dan global untuk mengurangi kesejangan gender, dan partisipasi kaum perempuan dalam seluruh tahapan pembangunan perdamaian.
Sementara pada sesi kedua merupakan sesi berbagi pengalaman dari para pembicara di meja perundingan.
Sedangkan pada sesi terakhir, para pembicara mendiskusikan pengalaman di organisasi masing-masing dalam meningkatkan partisipasi kaum perempuan dalam proses perdamaian di semua tahapan terutama pada kawasan yang menjadi tempat kerja mereka.
Seminar menghadirkan pembicara perempuan dari berbagai kalangan, seperti Direktur Kerja Sama Internasional dan Perlucutuan Senjata Kemlu, Dr. Noeleen Heyzer, Moe Thuzar, Fitriani, Prof. Miriam Coronel-Ferrer, Shadia Marbahan, Leonésia Tecla da Silva, Charmaine Baconga, Dr. Armporn Mardent, serta wakil dari beberapa organisasi internasional seperti FemWise-Africa, Women Mediators across the Commonwealth, Mediterranean Women Mediators Network, dan Nordic Women Mediators sebagai pembicara.