Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif menyebut organisasi masyarakat (ormas) islam tegas meminta pengusul rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dapat diseret ke ranah hukum.
RUU, dikatakan Maarif, tersebut diduga telah melanggar ketentuan dalam dasar negara Indonesia.
"Penegak hukum harus segera menyelidiki, kalau memang terbukti melanggar undang-undang, ya, harus dipidanakan," ujar Maarif, dalam acara Apel Siaga Ganyang Komunis, di Jakarta Selatan, Minggu (5/7/2020).
Baca: FPI: Jika RUU HIP Tak Dibatalkan, Massa Akan Kembali dalam Jumlah Lebih Besar
Adapun ormas atau partai yang terbukti sebagai insiator RUU HIP harus juga harus dibubarkan.
"Mereka telah berupaya untuk mengubah Pancasila," kata Maarif.
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) KH Sobri Lubis menilai pihak yang ingin merubah Pancasila menjadi trisila atau ekasila sebagi upaya makar.
"Jangan sampai nanti rakyat akan mengambil langkah sendiri, karena tidak percaya penegak hukum. Siap bantai komunis, tegakan hukum," kata Sobri.
Baca: RUU HIP Harus Dikembalikan ke Tujuan Awal untuk Memperkuat BPIP
Laporkan Hasto dan Rieke
Sebelumnya Tim Advokasi Anti Komunis (Taktis) melaporkan Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ke Polda Metro Jaya.
Keduanya diseret ke ranah hukum pasca usulan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Pelaporan itu didaftarkan oleh seorang warga bernama Rijal Kobar pada Rabu (1/7/2020) lalu.
Baca: Berkah di Balik Polemik RUU HIP, Mereka yang Awalnya Pro-Negara Agama Kini Jadi Jubir Pancasila
Mereka menyebut Hasto dan Rieke menginisiasi perubahan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi.
"Terlapor Rieke Dyah Pitaloka yang memimpin rapat RUU HIP dan Hasto selaku sekjen PDIP. Terlapor telah menginisasi dan memimpin serta mengorganisir usaha untuk merubah Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi. Terlapor juga diduga menyusupkan, menyebarkan dan jargon dan paham serta ideologi komunis dalam usaha merubah Pancasila tersebut," kata kuasa hukum Taktis, Aziz Yanuar kepada wartawan, Jumat (3/7/2020).
Baca: Bertemu Pimpinan MPR RI, Wapres RI ke-6 Try Sutrisno Minta Pro-Kontra RUU HIP Dihentikan
Dalam proses pelaporan, kuasa hukum menyebut penyidik Polda Metro Jaya menolak pelaporan kasus tersebut berupa laporan polisi (LP). Dia bilang, tidak mengetahui secara pasti alasan penolakan tersebut.
Usai berargumen panjang dengan pihak kepolisian, kedua belah pihak akhirnya bersepakat untuk mengusut laporan itu sebagai pengaduan masyarakat.
"Penyidik menolak LP kami dengan berbagai alasan. Alasan pertama mereka akan buat tim untuk membuat LP model A apabila petugas kepolisian menemukan tindak pidana. Setelah berargumen cukup panjang, pelaporan masuk dengan pengaduan masyarakat saja," jelas dia.
"Dengan dasar dugaan kami adalah kami tidak diperkenankan buat LP terkait ini karena alasan mereka pokoknya harus pengaduan masyarakat. Mereka tetap bersikeras hanya mau menerima bentuk pengaduan masyarakat atas perkara penting yang mengancam keutuhan bangsa dan negara ini," tandasnya.
Dalam pelaporannya, Hasto dan Rieke disangka melanggar Pasal 107 b KUHP tentang menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti pancasila sebagai dasar negara yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda.
Adapun ancaman pidana pelanggar dalam pasal ini hukuman kurungan penjara paling lama 20 tahun.