News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kelas Online Bisa Jadi Batu Loncatan Era Baru Pendidikan, Pemerintah Diharap Segera Buat Regulasi

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi kelas online

TRIBUNNEWS.COM - Pembelajaran daring atau virtual dinilai bisa menjadi batu loncatan menuju era baru pendidikan di Indonesia.

Pemerintah pun dinilai perlu membuat aturan mengenai kelas virtual di era pandemi Covid-19.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim.

Ramli menyebut, kelas virtual seolah menemukan ruang di tengah pandemi Covid-19 dengan adanya pembelajaran jarak jauh.

"Karena itu seharusnya pemerintah menjadikan pandemi ini sebagai batu loncatan menuju era baru pendidikan dengan memberikan kesempatan kepada sekolah-sekolah atau bahkan membentuk sekolah baru menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk virtual," ungkap Ramli kepada Tribunnews, Sabtu (5/7/2020).

Baca: Cerita Siswi Berprestasi Peraih 700 Piala Gagal PPDB Jakarta

Menurut Ramli, dengan kesempatan yang diberikan kepada sekolah, virtual school tidak lagi menjadikan fasilitas ruangan dan fasilitas lainnya sebagai kendala dalam memberikan pendidikan kepada anak bangsa.

"Virtual school seharusnya sudah dipikirkan oleh pemerintah sebagai solusi berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah," ungkap Ramli.

Pemerintah pun dinilai harus sesegera mungkin membuat regulasi yang mengatur tentang sekolah vit=rtual.

"Sehingga aspek pedagogik dan aspek pendidikannya terpenuhi dengan baik," ungkap Rami.

Dulu, kata Ramli, belajar di rumah pun tidak dibolehkan.

"Tetapi kini sudah ada yang namanya homeschooling, sehingga virtual school seharusnya mulai dipikirkan dan dibuatkan regulasi yang mengatur hal tersebut," ungkapnya.

Ikatan Guru Indonesia (IGI) menolak wacana dipermanenkannya pembelajaran daring atau virtual setelah masa pandemi Covid-19.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim.

Ramli mengungkapkan, pembelajaran tidak bisa 100 persen dilaksanakan tanpa tatap muka.

Ramli menyebut pihaknya sudah tegas menolak apabila ada wacana 100 persen pembelajaran daring.

"Kalau yang dimaksud pembelajaran daring ini dilakukan 100 persen ya tidak bisa, guru-guru menolak, tetap dibutuhkan pertemuan," ungkap Ramli saat dihubungi Tribunnews, Sabtu.

Baca: Presiden: Pendidikan Tinggi Harus Perhatikan Kesehatan Fisik dan Mental Mahasiswa

Ramli menyebut, pembelajaran daring tetap dapat dilakukan.

"Tetapi harus tetap ada pertemuan tatap muka," ungkapnya.

Ramli juga mengkritisi apabila pendidikan formal berbentuk layaknya start up.

"Apalagi meniru semacam start up, start up itu kan asumsinya seperti bimbingan belajar, bukan yang pokok, hanya menambal yang kurang," ungkapnya.

"Posisi bimbel hanya menambal kekurangan sekolah, tidak bisa sebagai pokok," imbuhnya.

Sehingga, maksud kata permanen yang disampaikan Nadiem Makarim disebut Ramli harus diperjelas.

Ramli menyebut setuju jika pembelajaran daring digabung dengan pertemuan tatap muka.

"Kalau blended, gabungan antara pembelajaran tatap muka dan jarak jauh, itu udah lama dilakukan sebelum pandemi," kata Ramli.

"Yang kami mau ya guru yang ada sekarang menghadapi (mengampu) siswa yang terbatas, yakni 32-36 siswa sesuai peraturan rumbel," pungkasnya.

Solusi Keterbatasan Sarana Pendidikan

Sementara itu sekolah virtual dinilai Ramli mampu menjadi solusi keterbatas sarana pendidikan.

Seperti halnya polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

"Ribut-ribut PPDB tidak terlepas dari ketidakmampuan pemerintah menjadikan fasilitas pendidikan yang cukup dan berkualitas," ungkapnya.

Program zonasi PPDB disebu Ramli bukan hal baru karena suda dijalankan sejak tahun 2017.

"Artinya di tahun 2020 ini PPDB sistem zonasi sudah memiliki alumni," ungkap Ramli.

Karena sudah memiliki alumni, pemerintah disebut Ramli seharusnya sudah memiliki formulasi khusus untuk menangani masalah apa pun terkait PPDB sistem zonasi ini.

"Jika demikian, PPDB seharusnya tidak lagi menimbulkan kegaduhan di mana-mana dan tahun ini kegaduhan itu terjadi di ibu kota negara bukan sekadar persoalan PPDB tapi bercampur aduk dengan urusan politik," sebutnya.

Ramli mengungkapkan, pemerintah seharusnya sejak awal sudah mampu mengantisipasi PPDB sistem zonasi.

"Misalnya dengan membuat pemerataan kualitas pendidikan. Kemdikbud bisa saja membuat aturan guru guru terbaik ditempatkan di sekolah sekolah dengan fasilitas minim."

"Sementara sekolah-sekolah dengan fasilitas sangat baik diisi oleh guru yang biasa-biasa saja atau bisa saja Kemdikbud solusi lain sehingga orangtua tidak perlu merasa ragu memasukkan anaknya ke sekolah manapun yang mereka inginkan," ungkap Ramli.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini