News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Menurut Yusril, Putusan MA Tidak Batalkan Kemenangan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yusril Ihza Mahendra.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) No. 44 P/HUM/2019 tak membatalkan kemenangan pasangan calon Joko Widodo- Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.

"Menang tidaknya Jokowi dalam Pilpres 2019 telah diputus oleh MK karena hal itu menjadi kewenangannya. MA sama sekali tidak berwenang mengadili sengketa Pilpres. Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) itu final dan mengikat," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Rabu (8/7/2020).

"Dalam menetapkan kemenangan Jokowi dan Kiai Ma'ruf, KPU merujuk pada Putusan MK yang tegas menolak permohonan sengketa yang diajukan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno," lanjut dia.

Baca: 2 Kejanggalan Putusan MA Kabulkan Gugatan Rachmawati Terkait Sengketa Pilpres 2019

Selain itu, lanjut Yusril, putusan MA baru diproses pada 28 Oktober 2019, seminggu setelah Jokowi-Ma'ruf dilantik oleh MPR.

Dengan demikian, putusan MA itu bersifat prospektif atau berlaku ke depan sejak tanggal diputuskan, sehingga tidak berlaku retroaktif atau surut ke belakang.

Yusril mengatakan, aturan Pilpres yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon memang tidak diatur dalam dalam Pasal 416 UU 7/2017 tentang Pemilu.

Ketentuan Pasal 7 ayat 3 PKPU No 5 Tahun 2019 itu mengaturnya dengan mengacu kepada Putusan MK No 50/PUU-XII/2017 yang menafsirkan ketentuan Pasal 6A UUD 45 dalam hal Paslon Capres dan Cawapres hanya dua pasangan.

Karena itu, menurut Yusril, dalam keadaan seperti itu yang berlaku adalah suara terbanyak tanpa perlu diulang lagi untuk memenuhi syarat sebaran kemenangan di provinsi-provinsi sebagaimana diatur Pasal 6A.

Yusril menuturkan, putusan MK dalam perkara pengujian undang-undang mempunyai kekuatan yang setara dengan norma undang-undang itu sendiri, meskipun putusan MK bukan merupakan suatu bentuk peraturan perundang-undangan.

"Sedangkan MA memutus perkara pengujian PKPU itu dengan merujuk kepada Pasal 416 UU Pemilu yang tidak mengatur hal itu, sehingga menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU itu bertentangan dengan UU Pemilu," kata Yusril.

"Masalahnya MA memang tidak dapat menguji apakah PKPU itu bertentangan dengan Putusan MK atau tidak. Di sini letak problematika hukumnya," tutur dia.

Yusril menambahkan, putusan MK dilakukan dalam konteks pengujian terhadap norma Pasal 158 UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, yang isinya sama dengan norma Pasal 416 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ia mengatakan, lantaran materi pengaturan yang diuji bunyinya sama, maka Putusan MK terhadap pengujian Pasal 158 UU No 42 Tahun 2008 itu mutatis mutandis dan berlaku terhadap norma Pasal 416 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Karena itu, kalau paslon Pilpres itu hanya dua pasangan, aturan yang benar dilihat dari sudut hukum tata negara adalah Pilpres dilakukan hanya 1 kali putaran dan paslon yang memperoleh suara terbanyak itulah yang menjadi pemenangnya," ucap Yusril.

Sebelumnya diberitakan, MA mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 Ayat (7) PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.

Gugatan ini diajukan oleh pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, dan beberapa pengugat lainnya.

Dalam putusan Nomor 44 P/PHUM/2019 tersebut dan diunggah pada 3 Juli 2020 lalu, MA menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan denan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 416 ayat 1.

“Mengabulkan permohonan hak uji materiil yang diajukan para pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan dengan UU 7/2017,” demikian dilansir Kompas.com dari Kontan.co.id, Selasa (7/7/2020).

Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 berbunyi, Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih.

Sedangkan Pasal 416 ayat 1 UU 7/2017 berbunyi, Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50%(lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.

Dalam pertimbangannya MA berpendapat, KPU yang mengeluarkan PKPU 5/2019 telah membuat norma baru dari peraturan yang berada diatasnya, yakni UU 7/2019. Selain itu, KPU juga memperluas tafsir dalam pasal 416 UU 7/2017.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Yusril Sebut Putusan MA soal Pilpres Tak Batalkan Kemenangan Jokowi-Ma'ruf"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini